Pages

Thursday, May 31, 2007

Otak Bayi - Bayi


Tadi siang di kantor saya ada kajian bulanan. Kali ini pembicaranya Mba Neno Warisman dengan tema : mengenalkan Allah kepada anak sejak dini. Kajian yang sangat menarik, Mba Neno memberikan uraian mengenai pentingnya masalah fitrah (Mengenal Allah), anak dan peran orang tua.

Ada satu poin menarik di awal kajian ini yang ingin saya share. Mba Neno menguraikan hasil penelitian mengenai perkembangan otak bayi yang dilakukan untuk mengetahui respon otak terhadap berbagai stimulan. Dan ternyata hasil penelitian ini sangat mengagumkan.

Ketika lahir seorang bayi memiliki sel - sel otak yang masih segar, seperti hardisk kosong yang menunggu di isi. Kapasitas memorinya sangat besar dan kualitasnya sangat baik karena belum pernah dipakai.



Dalam penelitian tersebut kepala bayi ditempeli sejumlah kabel yang dihubungkan dengan alat untuk mendeteksi isi kepala bayi, menunjukkan jaringan sel - sel otak dan hasilnya bisa dilihat secara visual. Ketika bayi diberi stimulan berupa belaian sayang, kata - kata manis dan hal - hal lain yang menunjukkan perhatian dan kasih sayang..maka bayi akan memberikan respon yang positif..sel - sel otaknya akan sangat rimbun dan terkoneksi satu sama lain. 

Suatu saat seoraang peneliti menjatuhkan sesuatu dan ia berteriak kaget. Sesat layar komputer menunjukkan sel - sel otak yang tadinya sangat rimbun menjadi terpecah seperti terkena petir. Subhanallah. Dalam penelitian akhirnya diketahui bahwa kerusakan otak pada bayi akibat kejutan seperti tadi bersifat permanent.

Nabi Muhammad telah memberitahukan pula hal ini. Mungkin masih ingat kisah Nabi, anak kecil dan ibunya. Sang anak sedang bermain - main di pangkuan Nabi dan tiba - tiba ia membuang air kecil yang mengotori dan membasahi pakaian Nabi. Sang Ibu segera berteriak dan mencoba mengangkat anaknya dari pangkuan Nabi. Ternyata Nabi memberikan respon yang berkebalikan  : Wahai Umi, bajuku ini bisa dicuci dan dibersihkan, tapi kaget anakmu seumurhidup idak bisa diperbaiki. Nabi telah mengingatkan kita bagaimana pentingnya menjaga perasaan seorang anak.

Seorang anak yang dibesarkan di keluarga yang bahagia, di tengah belaian kasih sayang, dan jauh dari ancaman, akan memiliki kualitas otak yang lebih baik daripada seorang anak yang tidak pernah merasakan kasih sayang sejak kecil. Sel - sel otaknya akan mengkerut dan kemudian rusak.

Subhanallah, sepanjang siang tadi hal ini terus ada di pikiran saya. Begitu besarnya amanah menjadi orang tua dan betapa mulianya. Semoga kelak saya dan kita semua bisa menjadi ayah/ibu yang penyabar dan penuh kasih sayang. AMIN. 

Tuesday, May 29, 2007

Titik Temu Tiga Hati

Sebuah email di milis angkatan saya kemarin pagi :
Buku urang terbit euy....Kudu meuli nyak!!!! Bae teu dibaca oge, nu penting dibeli.....Oke ? Da bageur.....

Dan pengirimnya tak salah lagi adalah Ichanx The Miracle alis Musan alias Muhammad Ihsan Suhar si penulis buku ini. Soalnya mana ada penulis buku lain yang pengen bukunya dibeli aja..ga dibaca juga ga papa selain si Ichanx he he.

Akhirnya saya teh mengirim sms ke bapak pengarang ini dan si bapak pengarang balik nelpon..kesimpulan yang diambil : saya dipaksa beli hue he he.

Jadinya kemaren malam pulang kantor langsung pergi ke Depok, Gramedia terdekat dari rumah. Meuni jauh plus macet geuningan..demi buku si Ichanx tea. Dan akhirnya buku putih kecil ini berhasil saya beli..dan bener depannya kaya buku resep. Beli 2, yang satu titipan Sani. 

Sampe rumah ga sabar pengen baca, dan ternyata isinya emang Ichanx banget..serasa ngedenger Ichanx ngomong gandeng baceo..seperti biasa. 

Untuk orang - orang yang pernah kuliah di ITB khususnya 98, khususnya Geologi, kenal Ichanx dan lingkungannya, dsb..pasti bakal bilang : ni buku Ichanx banget deh. Bener - bener buku nostalgia masa kuliah. 

Dan tidak seperti novel fiksi lainnya yang selalu mengklaim bahwa kesamaan nama, tokoh, dan cerita adalah kebetulan..maka sebaliknya saya bisa bilang : ini adalah kisah nyata yang agak dimanipulasi..ini mah cerita barudak bronx (GEA98) banget euy.

Seru..kocak..setengah bagian pertama kalau menurut saya adalah Ichanx banget. Seperti ngajakin kecengan nonton PERSIB dah gitu nembak dengan cara kampring ala Ichanx, atau kencan gratisan ke bonbin sambil manjat pagar. Ichanx pisan.

Tapi setengah bagian selanjutnya kok kayanya bukan Ichanx banget ya..he he he..peace Chanx, ga diterusin deh. Lumayan untuk variasi bacaan di tengah booming penulis muda yang kebanyakan juga bagus - bagus. Great job Chanx..semoga bisa keluar novel berikutnya. Sukses.

Ayo beli juga ya..30 ribu saja, sudah ada di Gramedia di kota anda. Mengikuti kata Ichanx..yang penting beli dulu, terserah ntar mau diapain.

Resume :
Judul : Titik Temu Tiga Hati
Penerbit : Gagas Media
Penulis : Ichanx - www.ichanx.blogdrive.com 

Musan bener -bener merasa beruntung ! Sebagai orang yang waktu SMU pernah dapat ranking 46 dari 49 murid di kelas, diterima masuk di perguruan tinggi favorit se-Indonesia merupakan keajaiban. Sama ajaibnya saat Musan bisa jadian dengan Meli, Mahasiswi cantik yang dikecenginnya sejak awal kuliah. Yah semua itu memang nggak lepas dari bantuan ketiga temannya, Akmal, Danang, dan Albert, plus Irine.Tapi bener ngga sih, orang yang sekarang jadi pacar kita memang jodoh kita ? Musan juga ngga tahu tentang hal itu, sampai akhirnya dia berada dalam sebuah dilema kehidupan. Apakah keberuntungan Musan berakhir di sini ? Mungkin keberuntungan Musan kali ini tidak datang begitu saja, tetapi harus dicari sendiri olehnya.

Numpang Lewat : Mengenang Teman Kami

Untuk teman - teman yang belum mengetahuinya,

Teman seangkatan (GEA 98) dan sahabat kita : Ageung Hatma Mardika telah meninggal dunia hari Sabtu kemarin, 26 Mei 2007 di RS ADVENT Bandung. Jenazah dimakamkan keesokan harinya di CIwidey.
Almarhum meninggal karena penyakit Malaria sepulang dari survey geologi di Pulau Seram, Maluku.

Semoga Allah SWT menerima semua amal baiknya dan semoga mendapat tempat yang terbaik di sana..Selamat jalan ya Ageung.

Thursday, May 24, 2007

Semoga Tidak Sulit Bagi Kita

Dapat forward-an dari teman tadi pagi, kutipan dari Majalah Tempo Edisi 10/XXXIIIIIII/ 07 - 13 Mei 2007. Judul postingan ini adalah judul saya, bukan judul artikel.

JIKA tuan berdiri di salah satu sudut Senayan City, tuan akan tahu bagaimana malam berubah sebagaimana juga dunia berubah. Di ruangan yang luas dan disejukkan pengatur udara, cahaya listrik tak pernah putus. Iklan dalam gambar senantiasa bergerak, bunyi musik menyusup lewat ratusan iPod ke bagian diri yang paling privat, dan lorong-lorong longgar itu memajang bermeter-meter etalase dengan busana dan boga. Sepuluh–bukan, lima–tahun yang lalu, malam tidak seperti ini. Juga dunia, juga kenikmatan dan kegawatannya.

Hari itu saya duduk minum kopi di salah satu kafe di salah satu mall di Jakarta, dan tiba-tiba saya merasa bodoh: saya tak tahu berapa mega-kilowatt listrik dikerahkan untuk membangun kenikmatan yang tersaji buat saya hari itu.

Saya merasa bodoh, ketika saya ingat, pada suatu hari di Tokyo, di tepi jalan yang meriah di Ginza, teman saya, seorang arsitek Jepang, menunjukkan kepada saya mesin jajanan yang menawarkan Coca-Cola dan kripik kentang. “Tahukah Tuan,” tanyanya, “jumlah tenaga listrik yang dipakai oleh mesin jenis ini di seluruh Jepang?” Saya menggeleng, dan ia menjawab, “Jumlahnya lebih besar ketimbang jumlah tenaga listrik yang tersedia buat seluruh Bangladesh.”

Ia berbicara tentang ketimpangan, tentu. Ia ingin saya membayangkan rumah-rumah sakit yang harus menyelamatkan nyawa manusia di sebuah negeri miskin yang ternyata tak punya daya sebanyak 10 buah mesin jajanan di negeri kaya–mesin yang menawarkan sesuatu yang sebetulnya tak perlu bagi hidup manusia.

Saya merasa bodoh, mungkin juga merasa salah. Seandainya bisa saya hitung berapa kilowatt energi yang ditelan oleh sebuah mall di Jakarta, di mana saya duduk minum kopi dengan tenang, mungkin saya akan tahu seberapa timpang jumlah itu dibandingkan dengan seluruh tenaga listrik buat sebuah kabupaten nun di pedalaman Flores.

Tapi tak hanya itu sebenarnya. Kini banyak orang tahu, ketimpangan seperti itu hanya satu fakta yang gawat dan menyakitkan. Ada fakta lain: kelak ada sesuatu yang justru tak timpang, sesuatu yang sama: sakit dan kematian.

Konsumsi energi berbeda jauh antara di kalangan yang kaya dan kalangan miskin, tapi bumi yang dikuras adalah bumi yang satu, dan ozon yang rusak karena polusi ada di atas bumi yang satu, dengan akibat yang juga mengenai tubuh siapa saja–termasuk mereka yang tak pernah minum kopi dalam mall, di sudut miskin di Flores atau Bangladesh, orang-orang yang justru tak ikut mengotori cuaca dan mengubah iklim dunia.

Dengan kata lain, tak ada pemerataan kenikmatan dan keserakahan, tapi ada pemerataan dalam hal penyakit kanker kulit yang akan menyerang dan air laut yang menelan pulau ketika bumi memanas dan kutub mencair.

Orang India, yang rata-rata hanya mengkonsumsi energi 0,5 kW, akan mengalami bencana yang sama dengan orang Amerika, yang rata-rata menghabisi 11,4 kW. “Saya tak lagi berpikir tentang keadilan dunia,” kata teman Jepang itu pula, “terlalu sulit, terlalu sulit.”

Beberapa tahun kemudian ia meninggalkan negerinya. Saya dengar ia hidup di sebuah dusun di negeri di Amerika Latin, membuat sebuah usaha kecil dengan mengajak penduduk menghasilkan sabun yang bukan jenis detergen, mencoba menanam sayuran organik sehingga tak banyak bahan kimia yang ditelan dan dimuntahkan–tapi kata-katanya masih terngiang-ngiang, “terlalu sulit, terlalu sulit.”

Mungkin memang terlalu sulit untuk menyelamatkan dunia. Saya baca hitungan itu: dalam catatan tahun 2002, emisi karbon dioksida dari seluruh Amerika Serikat mencapai 24% lebih dari seluruh emisi di dunia, sedangkan dari Vanuatu hanya 0,1%, tapi naiknya permukaan laut di masa depan akibat cairnya es di kutub utara mungkin akan menenggelamkan negeri di Lautan Teduh itu–dan tak menenggelamkan Amerika.

Ingin benar saya tak memikirkan ketidakadilan dunia, tapi manusia juga menghadapi ketidakadilan antargenerasi. Mereka yang kini berumur di atas 50 tahun pasti telah lama menikmati segala hal yang dibuat lancar oleh bensin, batu bara, dan tenaga nuklir. Tapi mungkin sekali mereka tak akan mengalami kesengsaraan masa depan yang akan dialami mereka yang kini berumur 5 tahun.

 Dalam 25 tahun mendatang, kata seorang pakar, emisi C02 yang akan datang dari Cina bakal dua kali lipat emisi dari seluruh wilayah Amerika, Kanada, Eropa, Jepang, Australia, Selandia Baru. Apa yang akan terjadi dengan bumi bagi anakcucu kita?

“Terlalu sulit, terlalu sulit,” kata teman Jepang itu. Ekonomi tumbuh karena dunia didorong keinginan hidup yang lebih layak. “Lebih layak” adalah sesuatu yang kini dikenyam dan sekaligus diperlihatkan mereka yang kaya. Kini satu miliar orang Cina dan satu miliar orang India memandang mobil, televisi, lemari es,mungkin juga baju Polo Ralph Lauren dan parfum Givenchy sebagai indikator kelayakan, tapi kelak,benda-benda seperti itu mungkin berubah artinya.

Jika 30% dari orang Cina dan India berangsur-angsur mencapai tingkat itu seperempat abad lagi, ada ratusan juta manusia yang selama perjalanan seperempat abad nanti akan memuntahkan segala hal yang membuat langit kotor dan bumi retak.

Seperempat abad lagi, suhu bumi akan begitu panas, jalan akan begitu sesak, dan mungkin mobil, lemari es, baju bermerek, dan perjalanan tamasya hanya akan jadi benda yang sia-sia. Mungkin orang harus hidup seperti di surga. Konon, di surga segala sesuatu yang kita hasratkan akan langsung terpenuhi. Itu berarti, tak akan ada lagi hasrat. Atau hasrat jadi sesuatu yang tak relevan; ia tak membuat hidup mengejar sesuatu yang akhirnya sia-sia.

Tapi akankah saya mau, seperti teman Jepang itu, pergi ke sebuah dusun di mana tak ada mall, tak ada bujukan untuk membeli, dan hidup hampir seperti seorang rahib?

Di mall itu, saya melihat ke sekitar. Terlalu sulit, terlalu sulit, pikir saya.

Tuesday, May 15, 2007

Jalan - jalan Dadakan di Hari Ini

Hari ini saya bangun pagi sekali, akhirnya jam 6.30 sudah berjalan kaki ke kantor (5 menit saja). Tidak ada rencana khusus hari ini , paling mau baca "help" dari sebuah software saja. Tapi belum jam 7 dapat telpon dari teman kantor : "Mau ikut ke IPA ngga May ? kita diundang ma orang Roxar nih, tunggu di lobby ya..10 menit lagi gw nyampe kantor".

Akhirnya ngga jadi belajar, nelpon team leader dulu minta ijin, dan akhirnya saya dan dua teman lainnya berangkat ke Balai Sidang Senayan Jakarta. Tiba disana saya sempat mengikuti dua technical session mengenai interpretasi dan processing seismic. Kemudian dilanjutkan dengan berkeliling melihat - lihat poster yang dipamerkan.

Acara / convention seperti IPA convention identik dengan reuni teman lama. Betul saja, baru saja keluar dari ruangan sudah ada yang memanggil : "Mba May, kemana aja ni, gimana kabar ?'' he he ternyata ada teman dari perusahaan detergent yang juga datang. Akhirnya kami ngobrol, berbagi cerita tentang teman - teman disana, pekerjaan dll. Berputar - putar sebentar, dan ketemu teman lainnya. Senang sekali. 

2.5 tahun tinggal di Kalimantan, dan banyak juga cerita dan kabar teman - teman yang terlewatkan. Walaupun ada mailing list, terkadang ada saja kabar yang tidak diketahui. Saya ikut senang, banyak sekali teman - teman, adik kelas juga kakak kelas yang bertemu kembali dengan kabar yang menyenangkan : pulang S2, menikah, kelahiran anak pertama, pacar baru, pekerjaan baru. Semoga selalu baik keadaannya ya.

Dan pertemuan lain yang menyenangkan adalah pertemuan dengan dosen - dosen pengajar di kampus gajah dahulu. Kenyataan bahwa mereka masih mengingat saya..padahal saya teh..aduh..bandel pisan, pelanggan bolos 1 bulan di awal semester. Tukang titip absen (padahal 1 angkatan dari 63 orang hanya ada 3 wanita, pasti ketauan lah). 

Dosen pembimbing  sewaktu saya tugas akhir - Pak Dardji, masih mengingat baik kebiasaan "jalan - jalan" saya : "Saya tahu, kamu pindah kerja biar bisa naik gunung kan, soalnya di Kalimantan ga ada gunung. Pasti masih naik gunung juga kan"...kurang lebih begitu ucapannya...Saya cuma bisa tertawa he he..bener sih Pak..

Jalan - jalan dadakan yang menyenangkan, reuni yang menyenangkan, btw kenapa dosen selalu tampak awet muda ya..Hmm rahasianya mungkin karena selalu dekat dengan anak muda.

SAMPAI JUMPA kembali ya teman - teman, juga Bapak - Bapak yang saya hormati, semoga selalu mendapat berkah dan ada dalam lindungan-Nya.