Pages

Thursday, December 13, 2007

Homework from Dita, my 2008 resolution


I was tagging by Dita to share my resolution.

17 hari menuju tahun yang baru. Saya lupa kapan terakhir kali saya membuat resolusi di awal tahun. Yang masih saya ingat adalah resolusi saya di tahun 2003, yaitu lulus kuliah dan bekerja. Untuk mewujudkannya saya berjanji pada diri saya sendiri untuk tidak main game sampai lulus. Dan percayalah itu sangat susah kawan. Tapi saya bisa dan balas dendam hampir sebulan main game terus - terusan selepas sidang . Selepas itu sepertinya saya ngga pernah buat resolusi apapun..Hmmm..

Thank you Dita for tagging me. Here my resolution (wish lists for the next 2008). Kuncinya adalah berdoa, bekerja keras dan tetap bersemangat !

getting better dalam semua hal, terutama dengan hubungan dengan yang di atas - Allah SWT, dan orang tua. Wajib yang kadang tertunda hingga sunat yang hampir terlupakan. Mencoba melakukan sesuatu yang berguna untuk orang lain dan lingkungan di sekitarku.

family expansion pack InsyaAllah akan dilakukan, dan akibatnya akan berlanjut dengan hubungan kekerabatannya, pindah bersama ke tempat tinggal baru yang sudah kita rencanakan Beb.. jadi orang Bogor coret, akan punya imam seumur hidup, teman serumah lagi, supir pribadi, tukang poto anak - anak hingga porter abadi sepanjang masa hue he he

geologist nampaknya sudah menjadi takdir, a big plan and a big job next year, very challenging dan bertekad untuk berbuat yang terbaik, ngedeskripsi core dan berangkat ke lapangan ternyata asik juga, jauh banget dibanding jadi kick of memo engineer ;p

back to school semoga juga bisa terlaksana, semoga pada saatnya saya masih memiliki keinginan yang sama :)

JALAN - JALAN ditulis pake hurup gede semua kaya Kakak Pertama, mudah - mudahan punya cukup rejeki dan ada kesempatan, tetep melestarikan moto hidup untuk menaikgunungkan masyarakat dan memasyarakatkan naik gunung, dan tetep pada keyakinan bahwa gembel adalah gaya hidup, semoga field trip bulan Agustus jadi, semoga bisa bertemu Irianti dan ujung barat

saving semua yang bisa disaving, mulai tersadar hampir sangat-sangat boros, mulai berfikir jauh ke depan, try to save and investing

our big plan untuk menyalurkan hobi saya dan Helmy yang ga jauh dari urusan jalan - jalan, tulas - tulis, masak - masak, poto - poto, lenroper - lenroperan, dan sebangsanya. Semoga rencana yang sudah ada di kepala ini bisa terlaksana ya Beb. Mewujudkan cita - cita yang belum terlaksana, bersama kita bisa. Wait for our invitation :)

Nampaknya cukup, tahun depan nampaknya belum ada acara pindah kantor, belum ada pikiran pindah dari Jakarta, belajar menikmati jadi orang Bogor coret. Mencoba melaksanakan pesan Aki : kerjakanlah segala sesuatunya dengan tekun. InsyaAllah yang lainnya akan mengikuti.

Alhamdulillah ya Allah untuk tahun 2007 ini. Teman - teman semua, thank for all of your supports.I wouldn't tagging anyone else. But I suggest you to make your own resolution. For me it's very useful to learn about my self and to find know what we need to do.

Bismillah..2008 kami datang 

2007

Wednesday, December 5, 2007

Holding On - A Story About Love and Survival

Hal apakah yang ingin kita lakukan bersama – sama dengan pasangan kita ? Tentu akan banyak sekali jawabannya. Mulai dari sekedar ingin menghabiskan weekend bersama di rumah setelah 5 hari lelah bekerja, travelling bersama ke tempat – tempat indah di muka bumi, hingga bersama mendaki puncak – puncak gunung tertinggi. Semua intinya adalah kebersamaan.

Rob dan Jo Gambi memberikan jawaban yang terakhir. Dalam periode 3 tahun (2003-2005) mereka bersama – sama mendaki tujuh puncak tertinggi di tujuh benua (seven summit), melakukan perjalanan ski ke Kutub Utara dan Kutub Selatan, juga pendakian beberapa puncak lainnya. Mereka berdua adalah first married couple yang mendaki seven summit. Jo juga memegang rekor Guinness World sebagai pendaki wanita yang paling cepat menyelesaikan seven summit. Kisah mereka berdua ditulis oleh Jo dan kemudian diterbitkan setelah mereka kembali tinggal dan bekerja di London.

Mungkin banyak kisah pendakian – pendakian lainnya yang pernah ada. Tapi latar belakang Rob dan Jo sangat mengharukan bagi saya. Mereka berdua bertemu pertama kali di London pada 17 Juni 1995. Saat itu Rob dan Jo bersama – sama berlatih sailing di akhir pekan. Rob lahir di Australia, perpaduan antara Swiss dan Italia sedangkan Jo adalah keturunan British asli. Mereka berdua tinggal dan bekerja di London. 

Pertemuan mereka yang kedua adalah ketika Jo dan sahabat wanitanya berlibur untuk mendaki ke Chamonix, Perancis. Rob menemui Jo disana dan akhirnya mereka melakukan pendakian dan liburan bersama. Bagi Rob ini adalah debut pertamanya. Jo adalah seorang pendaki gunung, ia terbiasa melakukan perjalanan untuk hiking dan climbing sedangkan Rob belum pernah mendaki sama sekali. Minggu pertama Rob di Chamonix adalah climbing private lesson, dengan satu tujuan agar bisa mendaki bersama Jo. 

Mereka saling jatuh cinta dan kemudian menikah pada bulan September 1996. Saat itu Rob berusia 37 tahun dan Jo 26 tahun. Setelah menikah Jo berhenti dari pekerjaannya di Marks Spencer, mengambil kursus Physiotheraphy dan bekerja sebagai volunteer di Hammersmith Hospital. Rob meneruskan pekerjaannya sebagai seorang Manager Keuangan yang sibuk. Di bulan – bulan awal pernikahan mereka telah menyadari bahwa kesibukan bekerja membuat frekuensi kebersamaan mereka sangat sedikit. Tetapi mereka tetap berusaha meluangkan waktu bersama di saat liburan terutama dengan mendaki gunung, sailing, dan berbagai kegiatan outdoor lainnya.

Desember 2000, Rob divonis menderita kanker dan harus menjalani kemotherapi. Hal ini sangat mengagetkan bagi mereka berdua. Walaupun Rob saat itu bisa sembuh, namun tidak ada jaminan penyakit ini akan hilang selamanya. Bulan September 2001 dan kondisi Rob terus menurun. Saat itulah Rob dan Jo mulai banyak berpikir mengenai mimpi-mimpi, harapan dan keinginan – keinginan mereka. 

”But more than anything, we simply wanted to have some quality time together. Long before Rob became sick we had started saving to take a break so we could go traveling, but our dreams had long since been filed away. Now we were daring to dream once more. We were still fascinated by the greater ranges and we realized our dreams would stay dreams if we didn’t take action to convert them into reality”

Akhirnya mereka kembali membicarakan rencana – rencana mereka mendaki ke Himalaya, mendaki puncak tertinggi : Everest dan juga puncak – puncak lainnya. Sebuah keputusan diambil, saat itu Rob dinyatakan sehat walaupun ada kemungkinan penyakit kanker-nya akan kambuh lagi. Rob dan Jo akan pergi mendaki puncak – puncak yang mereka inginkan. Mereka akan meninggalkan London untuk sementara yang berarti juga berhenti bekerja.

Maret 2002 dan Rob mengundurkan diri dari pekerjaan yang telah ditekuninya selama 20 tahun. Jobless, menjual rumah, berbekal uang tabungan dan mereka berdua mulai membicarakan rencana perjalanan impian mereka. Tujuan mereka sudah jelas, mendaki seven summit bersama, atau minimal 6 diantaranya ..bersama – sama. Latihan fisik yang ketat diikuti dengan sejumlah simulasi pendakian di Alps mereka lakukan. Dan merekapun siap melakukan petualangan mereka yang pertama.

Selanjutnya sangatlah menarik. Jo dengan sangat detil menceritakan kisah pendakian mereka di setiap gunung juga perjalanan mereka ke Kutub Utara dan Kutub Selatan. Mereka pernah gagal dalam percobaan mereka di Himalaya karena Rob mendadak sakit dan harus dievakuasi ke Thailand. Namun mereka kembali lagi dan berhasil. Pendakian yang mereka lakukan semua punya cerita yang menarik.

Kisah mereka bukanlah sekedar bagaimana mencapai puncak sebuah gunung, atau bahkan menaklukan sebuah gunung. Kisah Rob dan Jo adalah pelajaran mengenai kebersamaan dan cinta, juga kisah sebuah keberanian bertahan hidup walau kanker menyerang. Wajib dibaca :)

Holding On is not just an enthralling account of mountaineering and polar achievement; it is a powerful and emotional story of love and survival against the odds. The Gambis were seized by an almost superhuman will to show that cancer had no beaten them – Sunday Times. Extreme weather, grueling climbs and the risk of death were all part of the experience for couple Jo and Rob Gambi, who took on the world’s tallest mountain – and cancer – and won. – Sunday Magazine Australia

Category: Books
Genre: Biographies & Memoirs
Author: Jo Gambi

Wednesday, November 28, 2007

Tempat yang Indah itu Suryakencana Namanya


Sebagian foto dari liburan akhir minggu kemarin di Suryakencana. Kalau boleh dibilang, inilah salah satu tempat terindah di muka bumi.

Liburan terbaik dengan saudara - saudara terbaik. Pembuktian bahwa gembel bukanlah pilihan tapi gaya hidup :)

Alhamdulillah untuk cuaca yang sangat cerah, terimakasih Allah. 
Orangtua tua kami semua, terimakasih telah membesarkan kami sehingga kami punya kesempatan berkunjung ke tempat - tempat indah di muka bumi ini.
Brothers dan Sister, teman perjalanan yang menyenangkan.
Helmy yang udah nyiapin semua barang sebelum berangkat, nganterin ke Leuwipanjang sampe packing di depan terminal he he, juga young brother Iban yang rela tidur di warung demi ngambilin ijin untuk kita. Luv you all. 

Ayuk kita jalan - jalan lagi. 

Dan sebuah sms di pagi hari Senin kemarin : "Welcome to real life Brother and Sisters" . 

Semangat :)

numpang tidur di Mesjid Gunung Putri
siap berangkat, gagah perkasa
tujuan masih jauh
namun akhirnya kami tiba juga
di Suryakencana
celebrating the KMPA sisterhood
and as a big family
Dony Medic - May - Heidy - Yoga
morning view
kemah kami
sarapan :)
mari pulang, puncak bukanlah tujuan
yang terpenting adalah kembali dengan selamat, di kehidupan nyata

Thursday, October 11, 2007

Memaafkan dan Meminta Maaf


Nanti malam InsyaAllah saya akan pulang ke rumah, ke Cimahi. Bukan pulang yang biasa, tapi pulang mudik Lebaran. Senang, saat yang ditunggu - tunggu. MInggu - minggu terakhir Ramadhan Mami dan Helmy selalu mengulang - ngulang pertanyaan yang sama : "Kapan pulang ?" he he padahal udah jelas bakal pulang hari Kamis. Tadi pagi sudah packing, 1 travel bag plus 1 carrier plus 1 kresek isi sepatu gunung plus oleh - oleh dodol betawi dari Ibu Kost.

Teringat ceramah salah seorang Ustad yang mengisi kajian siang di kantor saya dua minggu yang lalu : "Paling sulit adalah memberi maaf bukan meminta maaf". Dan saya rasa omongan beliau benar sekali. Meminta maaf terasa lebih mudah bagi saya, karena kita tahu kita yang salah. Akan tetapi memaafkan terkadang sangat sulit, sulit untuk membebaskan semua rasa sakit atau susah yang ada di dalam sini. Tapi sesudahnya akan terasa indah, memaafkan dan meminta maaf.

Tidak pernah ada kata terlambat, mohon dimaafkan semua kesalahan dan kekhilafan saya lahir dan batin. InsyaAllah saya berusaha memaafkan kalian semua 

Selamat merayakan hari Lebaran bersama keluarga dan orang - orang tercinta. Selamat mudik dan selalu : safety first. 

"Allahumma balaghnaa Ramadhaana - Ya Allah ijinkan kami bertemu dengan Ramadhan selanjutnya"

Friday, October 5, 2007

Garing dan Gurihnya Fish and Chips

Salah satu hobby saya adalah makan dan memasak. Hobby saya yang lainnya adalah jalan – jalan. Bisa dibilang kedua hobby ini saling mendukung, simbiosis mutualisme-nya sangat menguntungkan, sering berjalan – jalan dan berkunjung ke tempat yang baru memberi saya kesempatan untuk mencicipi makanan lokal. 

Kalau istilahnya Om Bondan Winarno : wisata kuliner. Dalam kamus jalan – jalan saya tertulis : cicipi makanan lokal, kalau bisa yang asli buatan dapur rumah tangga, dan jangan pernah makan di tempat/restaurant yang sama.

Selama perjalanan itu di Indonesia saya sangat berbahagia, cita rasa masakan Indonesia sangat cocok dengan lidah saya, manis – pedas – asin atau campuran ketiganya masih bisa cocok, apalagi kalau pedas dan gurih, cucok banget. Ngga masalah walau bentuknya kaya lem sekalipun (itu lho bubur sagu alias Papeda kalau di Maluku, Sinonggi kalau di Sultra atau Palopo Kapurung kalau di Sulsel). Tidak jarang sepulang bepergian saya punya resep masakan baru.

Masalah kadang muncul apabila saya kebetulan bepergian ke luar negeri. Selama masih di daerah Asia Tenggara tidak masalah tentunya. Akan tetapi permasalahan kadang muncul di negara – negara yang tidak memilih nasi sebagai makanan pokok, karena rata – rata rasanya ajaib di lidah saya, makanannya dingin, dan plain alias datar – datar saja tanpa rempah dan pedas. Ditambah sulitnya memastikan halal atau tidaknya daging yang digunakan. Untuk amannya saya lebih memilih untuk makan ikan dan berbagai jenis sayuran.

Ketika akan berkunjung ke Inggris bulan lalu, teman – teman yang sudah pernah kesana semua punya pendapat yang sama : “Makanannya ga enak, pasti dingin, susah cari makanan halal, jangan lupa bawa sambel, mie instan, dll”. Saya sepakat dan mengikuti saran tersebut, di koper saya tersimpan rapi 2 botol saus sambal dan 6 bungkus mie siap seduh. Satu botol malah saya taruh di daypack, biar siap sedia kapan saja.

Hari pertama saya di Inggris masih selamat dan sejahtera karena saya hanya makan kue – kue dan coklat. Kalau ini cocok selalu dimanapun dan kapanpun. Hari kedua juga selamat karena teman yang kebetulan tinggal di London mengajak saya makan di restoran Malaysia dan Chinese. Nah di hari ketiga ketika saya sudah tiba di Wareham, inilah British yang sesungguhnya. Ketika check in saya diminta memilih menu untuk dinner malam itu. Nama makanannya bagus – bagus, ada penjelasannya walau ga ngerti – ngerti banget. Daripada bingung saya memilih menu berbahan dasar ikan. Mudah – mudahan selamat.

Waktu makan malam tiba, makanan saya hari ini lumayan, ikan-nya walau agak hambar tapi rasanya lumayan enak. Hari kedua dan seterusnya adalah bencana. Saat itu kami mulai bekerja di lapangan. Otomatis makan siang kami adalah lunch box  dari hotel yang sangat British : 4 buah sandwich, coklat, biscuit, juice buah dan apel. Karena kelaparan mau ga mau sandwich British ini saya makan juga, untunglah ada saus sambal penyelamat. Makan malam seperti biasa, ikan yang rasanya aneh atau vegetarian lasagna. Mba Mba hotel sampai hapal dengan pilihan saya.

Hari keempat di Wareham, saya dan teman – teman bukan British ternyata menyepakati hal yang sama : Makanannya kurang cocok dengan selera kita. Kita mengajukan complain ke pihak hotel dan berharap untuk bisa mendapatkan international food, jangan British terus (soalnya di dinding hotel ada piagam penghargaan yang menyebutkan hotel yang saya tempati adalah the best British food di seluruh negeri). Tapi ga mempan, selain sandwich dingin, alternatif makan siang kami adalah salad dan berbagai macam ham dingin. Sedihnya.

Rasa ga cocok kami terhadap makanan British makin menjadi hingga suatu hari di Bridport Bay yang cantik. Saat itu kami akan makan siang dan lunch box kami seperti biasa isinya 4 potong sandwich dingin. Semua orang sudah mengomel ga keruan. Rodriguez – teman saya yang orang Colombia memilih tidak makan dan membagi – bagi sandwich-nya walau tidak satupun yang mau menerima. Tiba – tiba, Wendy yang kelahiran Somerset datang membawa bungkusan besar dan membukanya di depan kami semua. Langsung terlihat kentang yang digoreng kering, potongannya besar – besar dan hangat pastinya. Ada lagi gorengan besar di sana : ikan goreng berbalut tepung yang garing. Pelengkapnya ada saus tomat dan saus tartar. Ini dia Fish and Chips yang terkenal itu ! Satu porsi sangat besar ukurannya. Akhirnya kami ramai – ramai mencoba Fish and Chips-nya Wendy. Rasanya pas dan luar biasa. Setelah sekian lama hanya makan sandwich  dingin akhirnya ketemu juga yang garing dan gurih di Inggris.

Rasa penasaran saya tentang Fish and Chips terjawab sudah, dan rasanya memang luar biasa, sejak saat itu saya mulai kecanduan dengan garingnya Fish and Chips. Malam harinya, Claire yang orang London asli bercerita : Fish and Chips adalah makanan Inggris yang paling populer, dimana – mana bisa ditemukan dengan mudah Fish and Chips shop yang bentuknya kedai. Mungkin sama dengan kedai burger kalau di Amerika atau kedai pizza di Italia. Biasanya Fish and Chips jarang dimakan di restoran (soalnya kedai yang menjual pun biasanya tidak menyediakan tempat duduk). Jaman dulu kala biasanya Fish and Chips dibungkus kertas koran yang sangat banyak, digulung kemudian diserahkan ke pembeli. Biasanya orang menikmati Fish and Chips di taman, hmm memang nikmat tampaknya. Tapi saat ini kertas koran tidak pernah digunakan lagi, para penjual beralih ke kertas putih atau bahkan banyak juga kedai yang menggunakan kemasan sterofoam.

Hari – hari saya di Inggris akhirnya menjadi hari – hari untuk mencicipi berbagai jenis Fish and Chips. Fish and Chips saya yang kedua saya nikmati di sebuah restoran British yang namanya The Duke of Wellington di Wareham. Inipun secara tidak sengaja. Sebelumnya ketika berjalan kaki dari hotel saya melewati sebuah kedai Fish and Chips, wanginya menggoda sekali, maksud hati ingin mampir tapi teman saya ingin mencoba makan malam di restoran British. Tiba di restoran saya otomatis memilih menu ikan, asal pilih karena ga ngerti. Ternyata yang datang di hadapan saya adalah Fish and Chips, sepiring besar kentang goreng ditambah ikan goreng tepung yang luar biasa besarnya, potongan jeruk nipis dan kacang polong. Rasanya luar biasa dan porsinya luar biasa besar, walau sudah dibantu teman- teman, Fish and Chips itu masih tersisa. Seorang teman berkomentar : ikannya besar sekali, seperti ikan hiu : Shark and Chips.

Besoknya kami mencoba makan malam di sebuah kafe, masih di Wareham, namanya Kings Arms. Seperti biasa menu ikan, asal pilih saja dan ternyata yang datang Fish and Chips juga. Cuman yang ini agak berbeda, ikannya dibentuk seperti fillet dan digoreng berbalut tepung panir. Pendampingnya masih sama, kentang goreng renyah yang gede – gede itu, potongan jeruk nipis dan kacang polong. Rasanya juga masih sama : luar biasa enak.


Setelah tanya – tanya, ternyata memang ada dua jenis Fish and Chips yang umum, yaitu batter dan breadcumbs. Di buku menu memang ada dua pilihan ini :
  • Battered Cod fillet : deep fried in our own batter served with fries, peas and salad garnish
  • Breaded Whole Tail Scampi : in crumb coating served with fries, peas and salad garnish

Shark and Chips saya pasti masuk kategori ke 2 yang whole tail itu, sedang fish di King Arms masuk kategori yang battered. Mana yang paling enak ? Menurut saya dua – duanya enak.

Perkenalan saya dengan Fish and Chips yang ketiga adalah saat makan siang di hotel. Ini adalah makan siang kami terakhir di hotel. Entah kenapa setelah sekian lama akhirnya Sang Koki menyediakan makanan yang enak he he. Sayangnya saya tidak sempat motret ikan yang ini, sudah keburu ludes.

Mbah Wikipedia bilang, Fish and Chips bukan saja populer di Inggris, tapi juga di Australia, Selandia Baru, Amerika Utara, Irlandia, Afrika Selatan, Denmark, Norwegia hingga Belanda. Nama di setiap Negara tentu berbeda – beda, di Belanda disebutnya Lekkerbek. Cara penyajiannya juga berbeda tapi sebetulnya masih sama : ikan goreng disajikan dengan kentang goreng.

Kalau di Inggris dan Negara persemakmurannya, kentang goreng disebutnya chips, potongannya tebal dan besar – besar. Sedangkan orang Amerika dan Kanada memotong kentang dengan ukuran yang lebih tipis, disebutnya french fries. Kalau lagi di Inggris, Haddock dan Cod adalah ikan yang paling banyak digunakan.

Fish and Chips mulai populer sejak pertengahan abad 19. Mbah Charles Dickens menyebutkan istilah “fried fish warehouse” dalam bukunya Oliver Twist yang diterbitkan pada tahun 1838.

Perjumpaan terakhir saya dengan Fish and Chips adalah di sebuah kedai kecil di Edinburgh. Memang sudah diniatkan, ingin mencoba Fish and Chips di kedai asli. Dan karena kelaparan lagi – lagi lupa ngga difoto. Uniknya, kedai yang saya datangi ini ternyata memperoleh penghargaan dari Guinnes World of Record dan British Potato Council. Café PICCANTE dianugerahi penghargaan : “The most portions of chips wrapped in 1 minutes”. Terlepas dari penghargaan itu, kedai kecil ini sangat ramai, dan fish and chips batternya memang sangat enak. Paling enak dari semua fish and chips yang pernah saya cicipi. Uniknya di sini, selain saus tomat ada pilihan saus lain yang merupakan kombinasi spirit vinegar, ketchup dan brown sauce, disebutnya chippie sauce. Konon ini merupakan saus asli dari Edinburgh.

Ini dia makanan British yang paling cocok dengan lidah saya, walau memang sangat tinggi lemak (deep fried) dan minim serat (hanya kacang polong). Suatu saat ingin rasanya kembali ke Inggris dan makan fish and chip lagi.

Friday, September 28, 2007

Kebun Binatang Mini di Bitung


Sebetulnya ini cerita jalan - jalan lama, Januari 2007 lalu. Ceritanya saya resign dari kantor di Balikpapan dan punya waktu 10 hari untuk jalan - jalan sebelum mulai bekerja kembali jadi tukang batu di Jakarta. Akhirnya dimanfaatin untuk jalan - jalan muter - muter di Sulawesi dan Maluku Utara.

Nah salah satu yang menarik adalah cerita dari Bitung. Tentang kebun binatang mini yang ada disana. Bitung yang ini tidak ada kaitannya dengan Belitung alias Belitong, Bumi-nya Laskar Pelangi. Lain pulau lain juga ceritanya. Bitung yang ini adalah sebuah kota pelabuhan yang terletak di pantai timur Provinsi Sulawesi Utara. Jaraknya dari Menado - ibukota Provinsi Sulawesi Utara, tidak terlalu jauh. Satu jam saja berkendaraan dengan kondisi jalan yang cukup baik.

Salah satu hal menarik di Bitung adalah kebun binatang mini yang letaknya di tepi pantai. Kebun binatang ini dikelola oleh penduduk setempat yang bernama Bapak Toku Malohing. Sebutan penyayang binatang layak diberikan kepada beliau. Sejak beberapa tahun yang lalu Pak Toku telah menyediakan lahan miliknya untuk memelihara sekitar 40 jenis binatang langka dan unik, termasuk sepasang Tarsius dan sepasang Babi Rusa alias Anoa. 
  
Tarsius adalah sebutan populer untuk monyet mini yang merupakan hewan endemik Sulawesi Utara. Ukurannya benar - benar mini, hingga pantaslah Tarsius ini dijuluki sebagai primata terkecil di dunia. Beratnya kuranglebih 120 gram, tinggi 15 cm dan hebatnya panjang ekornya bisa mencapai 20 cm, lebih panjang dari tubuhnya sendiri. Mini dan mungil seperti anak ayam. Wajahnya seperti burung hantu, tubuhnya seperti tikus dengan kepala yang bisa digerakkan memutar hampir 360 derajat. Dan yang lebih mengagumkan, ternyata Tarsius mini ini bisa melompat hingga 10 kali panjang badannya sendiri.

Tarsius
Aslinya habitat Tarsius adalah di hutan – hutan di Pulau Lembean dan Sangihe, Sulawesi Utara. Selain itu Tarsius juga bisa dijumpai di Taman Nasional Tangkoko – Batu Angas Dua Saudara, sebuah taman nasional yang terletak sekitar 30 km dari Bitung. Tapi menjumpai Tarsius di habitat aslinya tidaklah semudah menjumpai Tarsius di kebun binatang Pak Toku. Di Kebun Pak Toku mereka akan bertengger manis di dahan – dahan pohon yang sengaja diletakkan Pak Toku di kandang mereka. Dengan mudah kita bisa masuk ke dalam kandang dan bersua dengan si kecil imut ini.  

Tarsius adalah binatang malam, mereka hanya akan memunculkan diri di malam hari, untuk mencari makan dan beraktifitas lainnya. Puas bersosialisasi dan bermain, sekitar pukul 5 pagi mereka akan berbondong – bondong kembali ke sarangnya masing - masing untuk tidur. Mereka baru akan bangun kembali di sore hari, menjelang matahari terbenam. Selain itu Tarsius memilih hidup menyendiri dalam kelompok kecil (max 8 ekor) jauh di pelosok hutan. Sehingga menjumpai Tarsius di habitat aslinya memerlukan perjuangan ekstra. Siap untuk begadang semalaman dan berjalan kaki di tengah hutan.

Selain Tarsius, di kebun binatang Pak Toku ada juga sepasang Babi Rusa alias Anoa. Nah kalau hewan yang satu ini adalah hewan endemik Pulau Sulawesi. Habitat aslinya adalah hampir di seluruh hutan di pulau yang juga dikenal dengan sebutan Celebes ini. Anoa takut terhadap manusia. Sehingga tak heran sulit sekali menjumpainya di habitat aslinya sekalipun. Mereka dapat berlari kencang dan lebih menyukai daerah yang tinggi.

Anoa
Sayangnya nasib Anoa tak jauh berbeda dengan nasib banyak hewan endemik lainnya di negara kita. Populasinya semakin menurun. Bukan saja karena diburu manusia tetapi karena maraknya penebangan dan pembukaan area hutan  yang merusak habitat mereka. Sayang sekali ya.

Pak Toku sadar betul akan hal ini. Kebun binatang beliau saat ini juga berperan sebagai area penangkaran dan perkembangbiakan binatang. Secara legal tentunya, karena Pak Toku mencoba mengkembangbiakan binatang – binatang tersebut dengan dukungan penuh dari Departemen Kehutanan. Walau tidak mudah untuk dilakukan. Selain biaya bulanan yang cukup besar untuk memberi makan, juga tantangan untuk menciptakan tempat tinggal yang menyerupai habitat aslinya.

Pak Toku

Monday, August 27, 2007

Sore di Edale


Edensor adalah judul buku si Ikal a.k.a Andrea Hirata yang ketiga. Nama sebuah tempat di pedesaan Inggris yang mengingatkan Ikal pada Ah Ling, cinta pertamanya. Deskripsi Andrea tentang Edensor sangat mengagumkan bagi saya, sounds beautiful. Pertama kali membaca tentang Edensor saya langsung bertekad : suatu saat saya ingin juga melihatnya.. EDENSOR.

Sebelum berangkat ke Inggris saya sempatkan untuk mencari informasi mengenai Edensor. Sedikit sekali keterangan yang bisa diperoleh dari website, bahkan Lonely Planet Great Britain (LP) tidak menerangkan sedikitpun mengenai Edensor.

Salah satu website menulis :

The small estate village of Edensor, pronounced ‘Ensor’, is set in one of the most beautiful locations in the country in parkland owned by the Devonshire family, whose stately home at Chatsworth House is only five minutes walk away. Mentioned in the Domesday Book, the village has been re-sited since then. Originally it lay between the river and the road through the Park, when the houses were set out in a straggling line down to the Derwent.

Sayangnya gara – gara sibuk dikejar deadline saya tidak membaca keterangan di website tersebut dengan detil. Akhirnya saya hanya menyimpulkan Edensor terletak di Derbyshire, bagian dari Peak National Park Area. Berpedoman pada LP dan Google Earth akhirnya saya menyimpulkan untuk naik kereta saja dari London ke Derbyshire dan selanjutnya gimana nanti. Huh dasar kurang persiapan, semua dibikin ngedadak.

Tepat sebelum berangkat ke bandara saya baru sempat searching tiket kereta. Website National Rail UK sangat membantu (semoga Perumka suatu saat juga bisa seperti ini). Mereka memiliki journey planner yang canggih. Tinggal memasukkan nama stasiun tempat kita berangkat, nama stasiun yang dituju dan tanggal keberangkatan. Selanjutnya akan muncul semua jadwal kereta yang tersedia, harga tiket hingga cara beli secara online. Hanya 15 menit di depan komputer dan akhirnya saya mendapat tiket kereta dari London ke Derbyshire, tiket paling murah 19 pound (tiket termahalnya 143 pound untuk 3 jam perjalanan).

Hari pertama di London dan rencananya saya akan langsung menuju Edensor. Kereta dari London ke Derbyshire berangkat pukul 11.25. Sayangnya gara – gara masalah di tangga pesawat saya baru bisa keluar dari bandara Heathrow jam 9 pagi. Saya bergegas naik underground ke Hilton Hotel di daerah London Bridge, 2 kali pindah kereta sambil geret koper (ransel nampaknya memang lebih baik).

Jam 11 pagi saya baru tiba di hotel, check in, memasukkan koper ke kamar dan langsung berlari kembali menuju stasiun kereta. Tujuan kali ini adalah London ST Pancras station. Sepanjang jalan saya sudah was - was, takut ketinggalan kereta. Ini London Neng, kayanya sepertinya tidak mungkin berharap keretanya terlambat berangkat.

London Bridge-King Cross station ternyata hanya 5 menit saja. Menurut informasi di peta, London ST Pancras station terletak satu kompleks dengan King Cross. Saya hanya bisa berdoa semoga benar, karena tidak ada stasiun underground yang bernama ST Pancras.

Di King Cross saya sempatkan mengambil tiket kereta saya untuk ke Derbyshire di fast ticket machine, sangat mudah. Tinggal memasukkan no pin yang kita peroleh ketika beli secara online dan tiket kereta langsung tercetak.

Jam 11.15, tiket kereta sudah di tangan tapi saya tidak tahu kereta saya ada dimana. Untung ada seorang bapak baik hati yang memberi tahu : ST Pancras bukan di sini stasiunnya Neng, keluar dulu trus belok kanan….hua ternyata salah stasiun.

Untung hanya bawa backpack, saya segera berlari keluar stasiun menuju arah yang ditunjukkan si bapak…dan ternyata lumayan jauh. Tiba di ST Pancras sudah pukul 11.20, tapi masih untung banyak juga penumpang lain yang baru datang. Rupanya bukan cuma saya yang datang mepet, akhirnya kami lari bersama menuju kereta…pas sekali, ketika peluit ditiup saya tiba di samping kereta, tidak  jadi ditinggal.

Tiket kereta saya yang seharga 19 pound  itu ternyata tanpa nomor duduk. Menurut Mba-Mba pengecek tiket kalau kosong duduk aja, tapi kalau penuh kamu harus berdiri ya. Untung siang itu keretanya sepi, saya dapat tempat duduk yang enak. Akhirnya bisa bernafas lega, makan siang apel plus kopi ditambah kue colongan dari lounge-nya Cathay Pasific.

Kereta yang saya naiki dari London bernama Midland Maine. Jalurnya : London – Sheffield – Derbyshire. Saya tiba di Sheffield jam 13.45 (tepat sesuai jadwal), turun, kemudian ganti kereta yang cuma dua gerbong menuju Derbyshire. Kereta ke Derbyshire penuh dengan orang – orang yang membawa ransel dan perlengkapan berkemah. Mulai dari sekelompok ABG yang sibuk bergosip di belakang kereta, pasangan cewe – cowo, pasangan Kakek – Nenek..sampai seorang Biksu berpakaian lengkap.

Kereta menuju Derbyshire berangkat jam 14.15 (tepat sesuai jadwal), saya mencoba bertanya – tanya tentang Edensor, tapi ternyata tidak ada juga yang tahu. Semua orang yang saya ajak ngobrol sangat ramah, kebanyakan dari mereka tinggal  London dan berencana berakhir pekan di Derbyshire.

Akhirnya saya memutuskan untuk turun di stasiun yang kira – kira paling menarik dan paling banyak orang turun. Tapi ternyata stasiun di Derbyshire ga cuma satu, ada banyak lagi stasiun kecil. Stasiun pertama – Grindleford, tidak banyak orang yang turun, saya memutuskan untuk turun di stasiun berikutnya – Hathersage. Ternyata di stasiun ini malah tidak ada orang yang turun dan stasiunnya sangat sepi. Ganti lagi ke stasiun ketiga – Bamford, cukup banyak yang turun termasuk ABG – ABG ganteng yang bawa tenda, tapi di LP sama sekali tidak ada keterangan tentang Bamford, akhirnya saya tidak  jadi turun lagi. Stasiun berikutnya adalah Hope, cukup ramai tapi lagi – lagi tidak ada keterangan tentang Hope di LP.

Sambil jalan saya membaca print-an tentang Edensor yang saya bawa, ah akhirnya ketahuan kalau Edensor adanya di daerah Matlock – Buxton. Tanya ke Pak Kondektur dan dia bilang kereta ini tidak lewat ke daerah sana. Yah sayang sekali, inilah akibat tidak teliti. Dan tiba – tiba kereta berhenti di stasiun berikutnya. Banyak juga yang turun. Akhirnya sambil kebingungan saya memutuskan untuk ikut turun di sini, Edale.

Edale Train Station
Pasangan Kakek – Nenek yang membawa ransel juga turun di sini, mereka tersenyum pada saya. Lega deh, setidaknya masih ada yang turun di sini. Seperti stasiun lainnya, stasiun ini juga kecil saja, tidak ada loket penjual tiket dan tidak ada penjaganya. Penumpang akan bayar tiket di atas. Legal tapinya. Pak Kondektur akan menagih, senjatanya mesin kecil yang dikalungkan di leher. Dia akan bertanya tujuan kita dan sekejap tiket tercetak. Tidak  mungkin bisa salam tempel.

Di plang stasiun tertulis : Edale for Kinder Scout, The Pennine Way and The Moorland Centre. Nampaknya turun di Edale bukan pilihan yang salah, minimal Edale tercantum juga di LP. Kekecewaan saya karena tidak  jadi ke Edensor terobati. Edale ternyata tempat yang sangat indah. Sebagai bagian dari Peak District National Park, Edale sangat populer sebagai tempat berkemah dan trekking.

Surrounded by sweeping Peak District countryside at its most majestic, the tiny cluster of imposing stone houses and the parish church are eye catching in their own right.

Saya berjalan mengikuti pasangan Kakek – Nenek tadi. Mereka nampaknya sudah sangat sering kesini, masing – masing membawa ransel dan sang Kakek membawa gulungan tenda. Mereka akhirnya masuk ke area perkemahan dan melambaikan tangannya kepada saya. Ternyata ini yang namanya The Moorland Centre, sebuah area perkemahan yang luas, di depannya ada parkiran mobil juga plang informasi. Area ini terbuka sepanjang tahun tapi kita harus melakukan reservasi dulu sebelumnya. Nampaknya berkemah merupakan salah satu kegiatan favorite ketika musim panas, di depan pintu gerbang ada plang besar : Full Booked.

Edale Village  ternyata kecil saja, hanya ada beberapa restaurant kecil, sebuah toko makanan dan perlengkapan berkemah serta  tourist information centre, sayangnya saat itu sudah tutup. Akhirnya saya masuk ke toko makanan, lapar mata dan lapar perut juga, jajan sebatang coklat , air mineral dan mengambil majalah gratisan mengenai Peak National Park.

Di belakang toko terdapat juga areal berkemah. Parkiran mobil penuh dengan Land Rover dan mobil caravan. Tanpa tujuan pasti saya terus jalan ke arah utara. Ada sebuah plang menunjukkan arah ke Grindsbrook dan nampaknya menarik.

Saya berjalan menyebrangi sungai, melewati daerah hutan yang gelap kemudian keluar di sebuah area terbuka yang penuh dengan domba ! He he ini hari pertama saya di Inggris dan saya disambut oleh serombongan domba putih yang gemuk – gemuk. Di depan saya ada seorang Nenek yang berjalan sendirian. Masih sehat sekali. Di belakang saya ada seorang Kakek dengan 2 cucunya. Lengkap membawa peta dan daypack.

Sejauh mata memandang yang terlihat adalah bukit hijau dan domba. Pagar batu dan rumah – rumah mungil di kejauhan terlihat sangat menarik. Saya memutuskan untuk berjalan ke atas bukit – Grindsbrook Clough dan berjanji pada diri sendiri untuk turun jam 4 sore.

Di belakang bukit ada jajaran ridge berwarna hitam, nampaknya itu yang namanya Kinder Plateau. Hmm bukan untuk saat ini, mudah – mudahan suatu saat nanti bisa kembali lagi dengan peralatan lengkap.

Di tengah jalan saya banyak bertemu orang – orang yang baru turun dari puncak bukit. Rata – rata mereka sendirian atau berdua. Ramah – ramah, tidak  jauh berbeda dengan situasi ketika kita naik gunung diIndonesia. Saling menyapa.

Berjalan ke atas bukit ternyata lumayan melelahkan, apalagi sebelumnya saya hampir 24 jam duduk di atas pesawat dan kereta. Indah sekali walau matahari mulai mundur ke balik awan dan kabut muncul. Harumnya lavender menjadi teman perjalanan yang menyenangkan.

Jam 4 lebih sedikit akhirnya saya tiba di tempat yang menurut saya adalah puncaknya Grindsbrook. Tidak ada lagi tempat yang lebih tinggi kecuali ke arah Kinder Plateau. Senang sekali duduk - duduk disini, akan saya ingat menjadi salah satu hari yang terbaik dalam hidup saya. Duduk di atas bukit memandang Edale Village yang indah walau hanya ditemani sebatang coklat dan sebotol air mineral.

Kurang lebih 10 menit saya duduk di puncakan dan memtuskan segera  kembali ke Edale. Bergegas berjalan karena takut kemalaman. Berkali – kali saya berhenti dan menoleh ke belakang. Terimakasih ya Allah, saya sudah bisa sampai ke sini. Tidak ada Edensor, Edale pun jadi.

Saya melewati jalan desa yang sama. Masih tetap sepi dan cantik. Tiba di stasiun dan ternyata pas sekali. Jam 16.45 ada kereta ke Manchester. Saya naik kereta itu dan selanjutnya menyambung kereta lagi keLondon. Jam 11 malam saya sudah tiba di hotel, lelah dan langsung ketiduran.

2 jam saja di Edale. Tapi itu cukup. Will be back some day.

# Solo trip at August 2007, Edale - United Kingdom

Thursday, August 16, 2007

From Flight to Flight


24 jam terakhir hampir seluruhnya saya habiskan untuk mengejar pesawat dan di atas pesawat, dan juga masih ada 12 jam mendatang he he. Orang - orang yang mengetahui rencana perjalanan saya spontan berkomentar : yang bener May..emang kekejar...mudah - mudahan ga ada apa - apa ya..kenapa sih segala sesuatunya harus dipas ajah 

Doakan semoga lancar saja he he. JKT-BPN-JKT-HK-LHW haha

Wednesday, August 1, 2007

Sokola Rimba - Pengalaman Belajar Bersama Orang Rimba

Tadi malam saya selesai membaca sebuah buku yang luar biasa : Sokola Rimba judulnya. Diperoleh secara tidak sengaja di sebuah toko buku diskon di Bandung, covernya langsung membuat saya tertarik, Butet bersama anak - anak asuhannya di Sokola.

Saya langsung tertarik membaca bagian mengenai : Kak Butet Manurung. Siapakah dia ? Seorang wanita yang rela masuk dan tinggal di hutan selama bertahun - tahun untuk mengajar baca dan tulis untuk anak - anak Orang Rimba (OR) di hutan Bukit Tigapuluh, Jambi.

Kak Butet ternyata seorang sarjana Antropologi dari UNPAD Bandung, sekaligus sarjana Sastra Indonesia dari universitas yang sama. Selepas kuliah ia bergabung dengan WARSI (Warung Konservasi) Jambi dan bekerja sebagai fasilitator pendidikan. Sejak tahun 1999 hingga sekarang Kak Butet mengabdikan dirinya bekerja sebagai guru dan mendirikan "sokola" untuk anak - anak di berbagai daerah di Indonesia (Jambi, Flores, Makassar, dan Aceh).

Buku ini merupakan catatan harian Kak Butet selama mengajar anak - anak OR dan sedikit kisah mengenai didirikannya "Sokola". Halaman pertama buku ini langsut terekam kuat dalam ingatan saya :

Hari - Hari Pertama di Rimba - Menuju Jambi
"Jangan katakan ini hari pertama aku bekerja, aku tidak suka kata itu. Lebih baik disebut ini adalah hari pertama aku memulai hidup"


Selanjutnya Kak Butet bercerita mengenai hari - hari pertamanya di WARSI, hari - hari pertama masuk hutan dan berkenalan dengan OR. Mengajar anak - anak di sana bukanlah hal yang mudah. Jangankan mengajar, untuk menjadi teman saja membutuhkan waktu yang sangat lama. Banyak kisah menarik diceritakan di buku ini. Kak Butet berhasil, sekarang OR sudah ada yang bisa membaca dan menulis, bahkan mereka dapat menjadi kader untuk mengajar saudara - saudaranya yang lain.

Buku yang sangat menginspirasi, buat yang ingin menjadi volunteer ada kesempatan dari Sokola untuk mengajar. Hmmm nabung cuti dulu, semoga tahun depan bisa berangkat

Category: Books
Genre: Other
Author: Butet Manurung
Lebih lanjut tentang sokola : www.sokola.org

Thursday, June 7, 2007

Soulmate oh Soulmate


Tiga hari yang lalu baca postingan Jeng Feri tentang soulmate. Disambung kemarin sempat chat dengan seorang sahabat yang langsung bilang : May kita kayanya soulmate deh.. hi hi tentunya. Yang bilang ini Andre Wiyogo namanya, tetangga rumah di Cimahi, teman sekelas dari TK, SD beberapa kali, kemudian SMA sekelas 2 tahun sebelum kemudian saya berhasil memprovokasinya untuk masuk Geologi juga, saya keterima di Kampus Gajah, Andre keterima di UNJAT. Lama sekali tidak pernah bertemu lagi. Bahkan saya sudah lupa juga kapan bertemu Andre terakhir kali. Palingan cuma suka sms dan beberapa kali chat saja. Tetapi faktanya, kemaren ketika ngobrol lagi semuanya langsung "klik" hingga Andre mendeklarasikan saya sebagai soulmate dia untuk urusan persahabatan. Terlalu banyak persamaan dan kebetulan, hingga sesuatu hal yang kami rencanakan secara terpisahpun ternyata menjadi sama waktunya :)

1 tahun yang lalu saya pernah menulis di blog saya yang lama mengenai soulmate juga. Ini kutipannya : "Seorang sahabat baik pernah berbagi pandangannya tentang soulmate, menurut dia soulmate adalah orang -orang yang selalu dekat dengan kita walaupun secara fisik dia berjauhan bahkan lama tidak berkomunikasi namun kita masih selalu merasa dekat dengan dia. Soulmate buat dia lebih berarti cinta dan persahabatan yang tulus"

Yup, setuju banget. Kata - kata di atas diucapkan oleh Mario, seorang yang saya kenal semenjak kuliah. Kami satu organisasi di KMPA dulu dan sekarang dia terdampar di pelosok Soroako sana..he he tabahlah Mar. Mungkin Mario ini soulmate saya untuk urusan naik gunung dan jalan - jalan. Terbukti entah berapa kali saya tergoda oleh rayuannya untuk bolos kuliah hanya untuk mendaki gunung, diminta jadi partner naik gunung dengan dalih jadi koki..asiknya ongkosnya dibayarin, satu - satunya orang yang memprovokasi untuk pulang naik gunung langsung ke pantai, atau janjian ketemuan di Toraja - di belokan jembatan..he he cuma Mario kayanya yang bisa kaya gitu. He is my another soulmate.

So, buat keluarga di KMPA misyu misyu deh...my soul, my breath, my life, my soulmate. Semoga reunian naik gunung awal Juli jadi nih. Bronx 98..hu hu males datang GAG kalau kalian juga ga pada datang. 

ps : Pulang dulu ah, udah malem, ditulis dengan hati bahagia karena si model ampir selesai he he alhamdulillah..dan tidak lupa akhirnya ku menemukanmu Pak Bebek, soulmate yang paling soulmate.. InsyaAllah.

*gambar di atas adalah karakter bahasa cina untuk soulmate*

Friday, June 1, 2007

Menyatakan Perang dengan Tikus


Ada yang punya pengalaman membasmi dan mengusir tikus ? Mulai hari ini saya menyatakan perang dengan tikus.


Gara - garanya tadi pagi, kebetulan hari ini libur sehingga saya berencana untuk mencuci baju dahulu sebelum berangkat ke kantor. Bangun pagi dengan perasaan senang karena sekarang libur dan nanti siang mau ke Bandung langsung ternodai oleh ulah tikus di mesin cuci saya. Ketika membuka tutup mesin cuci tiba - tiba ada bekas - bekas peninggalan tikus (kotoran, bekas sampah, dll) yang mengerikan bentuknya.

Ini bukan yang pertama kalinya, minggu kemarinpun terjadi hal serupa. Akhirnya tadi pagi hampir setengah jam saya harus membersihkan mesin cuci lagi, disiram desinfektan sebanyak mungkin, uh menjengkelkan.

Saya tidak tahu lewat mana tikus - tikus itu bisa masuk ke mesin cuci. Belajar dari pengalaman minggu lalu, saya menaruh barang berat di atas tutup mesin cuci, sehingga mustahil para tikus bisa membukanya. Tapi ternyata..masih bisa...lewat bawah ? Saya tidak tahu juga. Mesin cuci yang saya miliki (di iklannya) konon anti tikus, salah satu alasan saya memilih merk ini. Tapi ternyata tikusnya sih ga doyan mesin cuci-nya (buktinya belum ada kabel yang dimakan, dsb), tikusnya doyan diem di dalam.

Keberadaan mahluk berjenis tikus - tikus gendut mulai jadi masalah bagi saya ketika saya tinggal di rumah saya yang sekarang. Tiap malam pasti ada gangguan tikus jalan - jalan di dapur. Padahal tidak ada lubang satupun di rumah, menurut saya mustahil tikus dari luar bisa masuk. Saya selalu mengusahakan rumah dalam kondisi bersih, tidak ada sisa makanan di luar lemari, membuang sampah ke luar, segera mencuci piring sehabis digunakan, dll.

Racun tikus udah pernah dicoba tapi ternyata ga ngaruh. Saya mencoba racun tikus berupa tablet - tablet mirip "bulao" yang kata pedagangnya bisa membasmi tikus secara manusiawi (hu hu tikus kan hewan). Si tikus akan mati kekeringan katanya, jadi tidak meninggalkan bau. Tapi ternyata makanannya habis dan tikusnya ga mati :(

Any idea ? Pindah rumah dalam waktu dekat jelas tidak mungkin karena rumah ini terlanjur saya kontrak selama setahun..Helmy menyarankan saya untuk pelihara kucing saja. Ide bagus, kayanya di Bandung nanti saya mau mencari kucing untuk diadopsi. Mudah - mudahan kucingnya ngga manja dan ngga takut tikus.

Sebetulnya ada solusi lain, pindah kerja lagi sehingga terpaksa pindah rumah :p

Thursday, May 31, 2007

Otak Bayi - Bayi


Tadi siang di kantor saya ada kajian bulanan. Kali ini pembicaranya Mba Neno Warisman dengan tema : mengenalkan Allah kepada anak sejak dini. Kajian yang sangat menarik, Mba Neno memberikan uraian mengenai pentingnya masalah fitrah (Mengenal Allah), anak dan peran orang tua.

Ada satu poin menarik di awal kajian ini yang ingin saya share. Mba Neno menguraikan hasil penelitian mengenai perkembangan otak bayi yang dilakukan untuk mengetahui respon otak terhadap berbagai stimulan. Dan ternyata hasil penelitian ini sangat mengagumkan.

Ketika lahir seorang bayi memiliki sel - sel otak yang masih segar, seperti hardisk kosong yang menunggu di isi. Kapasitas memorinya sangat besar dan kualitasnya sangat baik karena belum pernah dipakai.



Dalam penelitian tersebut kepala bayi ditempeli sejumlah kabel yang dihubungkan dengan alat untuk mendeteksi isi kepala bayi, menunjukkan jaringan sel - sel otak dan hasilnya bisa dilihat secara visual. Ketika bayi diberi stimulan berupa belaian sayang, kata - kata manis dan hal - hal lain yang menunjukkan perhatian dan kasih sayang..maka bayi akan memberikan respon yang positif..sel - sel otaknya akan sangat rimbun dan terkoneksi satu sama lain. 

Suatu saat seoraang peneliti menjatuhkan sesuatu dan ia berteriak kaget. Sesat layar komputer menunjukkan sel - sel otak yang tadinya sangat rimbun menjadi terpecah seperti terkena petir. Subhanallah. Dalam penelitian akhirnya diketahui bahwa kerusakan otak pada bayi akibat kejutan seperti tadi bersifat permanent.

Nabi Muhammad telah memberitahukan pula hal ini. Mungkin masih ingat kisah Nabi, anak kecil dan ibunya. Sang anak sedang bermain - main di pangkuan Nabi dan tiba - tiba ia membuang air kecil yang mengotori dan membasahi pakaian Nabi. Sang Ibu segera berteriak dan mencoba mengangkat anaknya dari pangkuan Nabi. Ternyata Nabi memberikan respon yang berkebalikan  : Wahai Umi, bajuku ini bisa dicuci dan dibersihkan, tapi kaget anakmu seumurhidup idak bisa diperbaiki. Nabi telah mengingatkan kita bagaimana pentingnya menjaga perasaan seorang anak.

Seorang anak yang dibesarkan di keluarga yang bahagia, di tengah belaian kasih sayang, dan jauh dari ancaman, akan memiliki kualitas otak yang lebih baik daripada seorang anak yang tidak pernah merasakan kasih sayang sejak kecil. Sel - sel otaknya akan mengkerut dan kemudian rusak.

Subhanallah, sepanjang siang tadi hal ini terus ada di pikiran saya. Begitu besarnya amanah menjadi orang tua dan betapa mulianya. Semoga kelak saya dan kita semua bisa menjadi ayah/ibu yang penyabar dan penuh kasih sayang. AMIN. 

Tuesday, May 29, 2007

Titik Temu Tiga Hati

Sebuah email di milis angkatan saya kemarin pagi :
Buku urang terbit euy....Kudu meuli nyak!!!! Bae teu dibaca oge, nu penting dibeli.....Oke ? Da bageur.....

Dan pengirimnya tak salah lagi adalah Ichanx The Miracle alis Musan alias Muhammad Ihsan Suhar si penulis buku ini. Soalnya mana ada penulis buku lain yang pengen bukunya dibeli aja..ga dibaca juga ga papa selain si Ichanx he he.

Akhirnya saya teh mengirim sms ke bapak pengarang ini dan si bapak pengarang balik nelpon..kesimpulan yang diambil : saya dipaksa beli hue he he.

Jadinya kemaren malam pulang kantor langsung pergi ke Depok, Gramedia terdekat dari rumah. Meuni jauh plus macet geuningan..demi buku si Ichanx tea. Dan akhirnya buku putih kecil ini berhasil saya beli..dan bener depannya kaya buku resep. Beli 2, yang satu titipan Sani. 

Sampe rumah ga sabar pengen baca, dan ternyata isinya emang Ichanx banget..serasa ngedenger Ichanx ngomong gandeng baceo..seperti biasa. 

Untuk orang - orang yang pernah kuliah di ITB khususnya 98, khususnya Geologi, kenal Ichanx dan lingkungannya, dsb..pasti bakal bilang : ni buku Ichanx banget deh. Bener - bener buku nostalgia masa kuliah. 

Dan tidak seperti novel fiksi lainnya yang selalu mengklaim bahwa kesamaan nama, tokoh, dan cerita adalah kebetulan..maka sebaliknya saya bisa bilang : ini adalah kisah nyata yang agak dimanipulasi..ini mah cerita barudak bronx (GEA98) banget euy.

Seru..kocak..setengah bagian pertama kalau menurut saya adalah Ichanx banget. Seperti ngajakin kecengan nonton PERSIB dah gitu nembak dengan cara kampring ala Ichanx, atau kencan gratisan ke bonbin sambil manjat pagar. Ichanx pisan.

Tapi setengah bagian selanjutnya kok kayanya bukan Ichanx banget ya..he he he..peace Chanx, ga diterusin deh. Lumayan untuk variasi bacaan di tengah booming penulis muda yang kebanyakan juga bagus - bagus. Great job Chanx..semoga bisa keluar novel berikutnya. Sukses.

Ayo beli juga ya..30 ribu saja, sudah ada di Gramedia di kota anda. Mengikuti kata Ichanx..yang penting beli dulu, terserah ntar mau diapain.

Resume :
Judul : Titik Temu Tiga Hati
Penerbit : Gagas Media
Penulis : Ichanx - www.ichanx.blogdrive.com 

Musan bener -bener merasa beruntung ! Sebagai orang yang waktu SMU pernah dapat ranking 46 dari 49 murid di kelas, diterima masuk di perguruan tinggi favorit se-Indonesia merupakan keajaiban. Sama ajaibnya saat Musan bisa jadian dengan Meli, Mahasiswi cantik yang dikecenginnya sejak awal kuliah. Yah semua itu memang nggak lepas dari bantuan ketiga temannya, Akmal, Danang, dan Albert, plus Irine.Tapi bener ngga sih, orang yang sekarang jadi pacar kita memang jodoh kita ? Musan juga ngga tahu tentang hal itu, sampai akhirnya dia berada dalam sebuah dilema kehidupan. Apakah keberuntungan Musan berakhir di sini ? Mungkin keberuntungan Musan kali ini tidak datang begitu saja, tetapi harus dicari sendiri olehnya.

Numpang Lewat : Mengenang Teman Kami

Untuk teman - teman yang belum mengetahuinya,

Teman seangkatan (GEA 98) dan sahabat kita : Ageung Hatma Mardika telah meninggal dunia hari Sabtu kemarin, 26 Mei 2007 di RS ADVENT Bandung. Jenazah dimakamkan keesokan harinya di CIwidey.
Almarhum meninggal karena penyakit Malaria sepulang dari survey geologi di Pulau Seram, Maluku.

Semoga Allah SWT menerima semua amal baiknya dan semoga mendapat tempat yang terbaik di sana..Selamat jalan ya Ageung.

Thursday, May 24, 2007

Semoga Tidak Sulit Bagi Kita

Dapat forward-an dari teman tadi pagi, kutipan dari Majalah Tempo Edisi 10/XXXIIIIIII/ 07 - 13 Mei 2007. Judul postingan ini adalah judul saya, bukan judul artikel.

JIKA tuan berdiri di salah satu sudut Senayan City, tuan akan tahu bagaimana malam berubah sebagaimana juga dunia berubah. Di ruangan yang luas dan disejukkan pengatur udara, cahaya listrik tak pernah putus. Iklan dalam gambar senantiasa bergerak, bunyi musik menyusup lewat ratusan iPod ke bagian diri yang paling privat, dan lorong-lorong longgar itu memajang bermeter-meter etalase dengan busana dan boga. Sepuluh–bukan, lima–tahun yang lalu, malam tidak seperti ini. Juga dunia, juga kenikmatan dan kegawatannya.

Hari itu saya duduk minum kopi di salah satu kafe di salah satu mall di Jakarta, dan tiba-tiba saya merasa bodoh: saya tak tahu berapa mega-kilowatt listrik dikerahkan untuk membangun kenikmatan yang tersaji buat saya hari itu.

Saya merasa bodoh, ketika saya ingat, pada suatu hari di Tokyo, di tepi jalan yang meriah di Ginza, teman saya, seorang arsitek Jepang, menunjukkan kepada saya mesin jajanan yang menawarkan Coca-Cola dan kripik kentang. “Tahukah Tuan,” tanyanya, “jumlah tenaga listrik yang dipakai oleh mesin jenis ini di seluruh Jepang?” Saya menggeleng, dan ia menjawab, “Jumlahnya lebih besar ketimbang jumlah tenaga listrik yang tersedia buat seluruh Bangladesh.”

Ia berbicara tentang ketimpangan, tentu. Ia ingin saya membayangkan rumah-rumah sakit yang harus menyelamatkan nyawa manusia di sebuah negeri miskin yang ternyata tak punya daya sebanyak 10 buah mesin jajanan di negeri kaya–mesin yang menawarkan sesuatu yang sebetulnya tak perlu bagi hidup manusia.

Saya merasa bodoh, mungkin juga merasa salah. Seandainya bisa saya hitung berapa kilowatt energi yang ditelan oleh sebuah mall di Jakarta, di mana saya duduk minum kopi dengan tenang, mungkin saya akan tahu seberapa timpang jumlah itu dibandingkan dengan seluruh tenaga listrik buat sebuah kabupaten nun di pedalaman Flores.

Tapi tak hanya itu sebenarnya. Kini banyak orang tahu, ketimpangan seperti itu hanya satu fakta yang gawat dan menyakitkan. Ada fakta lain: kelak ada sesuatu yang justru tak timpang, sesuatu yang sama: sakit dan kematian.

Konsumsi energi berbeda jauh antara di kalangan yang kaya dan kalangan miskin, tapi bumi yang dikuras adalah bumi yang satu, dan ozon yang rusak karena polusi ada di atas bumi yang satu, dengan akibat yang juga mengenai tubuh siapa saja–termasuk mereka yang tak pernah minum kopi dalam mall, di sudut miskin di Flores atau Bangladesh, orang-orang yang justru tak ikut mengotori cuaca dan mengubah iklim dunia.

Dengan kata lain, tak ada pemerataan kenikmatan dan keserakahan, tapi ada pemerataan dalam hal penyakit kanker kulit yang akan menyerang dan air laut yang menelan pulau ketika bumi memanas dan kutub mencair.

Orang India, yang rata-rata hanya mengkonsumsi energi 0,5 kW, akan mengalami bencana yang sama dengan orang Amerika, yang rata-rata menghabisi 11,4 kW. “Saya tak lagi berpikir tentang keadilan dunia,” kata teman Jepang itu pula, “terlalu sulit, terlalu sulit.”

Beberapa tahun kemudian ia meninggalkan negerinya. Saya dengar ia hidup di sebuah dusun di negeri di Amerika Latin, membuat sebuah usaha kecil dengan mengajak penduduk menghasilkan sabun yang bukan jenis detergen, mencoba menanam sayuran organik sehingga tak banyak bahan kimia yang ditelan dan dimuntahkan–tapi kata-katanya masih terngiang-ngiang, “terlalu sulit, terlalu sulit.”

Mungkin memang terlalu sulit untuk menyelamatkan dunia. Saya baca hitungan itu: dalam catatan tahun 2002, emisi karbon dioksida dari seluruh Amerika Serikat mencapai 24% lebih dari seluruh emisi di dunia, sedangkan dari Vanuatu hanya 0,1%, tapi naiknya permukaan laut di masa depan akibat cairnya es di kutub utara mungkin akan menenggelamkan negeri di Lautan Teduh itu–dan tak menenggelamkan Amerika.

Ingin benar saya tak memikirkan ketidakadilan dunia, tapi manusia juga menghadapi ketidakadilan antargenerasi. Mereka yang kini berumur di atas 50 tahun pasti telah lama menikmati segala hal yang dibuat lancar oleh bensin, batu bara, dan tenaga nuklir. Tapi mungkin sekali mereka tak akan mengalami kesengsaraan masa depan yang akan dialami mereka yang kini berumur 5 tahun.

 Dalam 25 tahun mendatang, kata seorang pakar, emisi C02 yang akan datang dari Cina bakal dua kali lipat emisi dari seluruh wilayah Amerika, Kanada, Eropa, Jepang, Australia, Selandia Baru. Apa yang akan terjadi dengan bumi bagi anakcucu kita?

“Terlalu sulit, terlalu sulit,” kata teman Jepang itu. Ekonomi tumbuh karena dunia didorong keinginan hidup yang lebih layak. “Lebih layak” adalah sesuatu yang kini dikenyam dan sekaligus diperlihatkan mereka yang kaya. Kini satu miliar orang Cina dan satu miliar orang India memandang mobil, televisi, lemari es,mungkin juga baju Polo Ralph Lauren dan parfum Givenchy sebagai indikator kelayakan, tapi kelak,benda-benda seperti itu mungkin berubah artinya.

Jika 30% dari orang Cina dan India berangsur-angsur mencapai tingkat itu seperempat abad lagi, ada ratusan juta manusia yang selama perjalanan seperempat abad nanti akan memuntahkan segala hal yang membuat langit kotor dan bumi retak.

Seperempat abad lagi, suhu bumi akan begitu panas, jalan akan begitu sesak, dan mungkin mobil, lemari es, baju bermerek, dan perjalanan tamasya hanya akan jadi benda yang sia-sia. Mungkin orang harus hidup seperti di surga. Konon, di surga segala sesuatu yang kita hasratkan akan langsung terpenuhi. Itu berarti, tak akan ada lagi hasrat. Atau hasrat jadi sesuatu yang tak relevan; ia tak membuat hidup mengejar sesuatu yang akhirnya sia-sia.

Tapi akankah saya mau, seperti teman Jepang itu, pergi ke sebuah dusun di mana tak ada mall, tak ada bujukan untuk membeli, dan hidup hampir seperti seorang rahib?

Di mall itu, saya melihat ke sekitar. Terlalu sulit, terlalu sulit, pikir saya.

Tuesday, May 15, 2007

Jalan - jalan Dadakan di Hari Ini

Hari ini saya bangun pagi sekali, akhirnya jam 6.30 sudah berjalan kaki ke kantor (5 menit saja). Tidak ada rencana khusus hari ini , paling mau baca "help" dari sebuah software saja. Tapi belum jam 7 dapat telpon dari teman kantor : "Mau ikut ke IPA ngga May ? kita diundang ma orang Roxar nih, tunggu di lobby ya..10 menit lagi gw nyampe kantor".

Akhirnya ngga jadi belajar, nelpon team leader dulu minta ijin, dan akhirnya saya dan dua teman lainnya berangkat ke Balai Sidang Senayan Jakarta. Tiba disana saya sempat mengikuti dua technical session mengenai interpretasi dan processing seismic. Kemudian dilanjutkan dengan berkeliling melihat - lihat poster yang dipamerkan.

Acara / convention seperti IPA convention identik dengan reuni teman lama. Betul saja, baru saja keluar dari ruangan sudah ada yang memanggil : "Mba May, kemana aja ni, gimana kabar ?'' he he ternyata ada teman dari perusahaan detergent yang juga datang. Akhirnya kami ngobrol, berbagi cerita tentang teman - teman disana, pekerjaan dll. Berputar - putar sebentar, dan ketemu teman lainnya. Senang sekali. 

2.5 tahun tinggal di Kalimantan, dan banyak juga cerita dan kabar teman - teman yang terlewatkan. Walaupun ada mailing list, terkadang ada saja kabar yang tidak diketahui. Saya ikut senang, banyak sekali teman - teman, adik kelas juga kakak kelas yang bertemu kembali dengan kabar yang menyenangkan : pulang S2, menikah, kelahiran anak pertama, pacar baru, pekerjaan baru. Semoga selalu baik keadaannya ya.

Dan pertemuan lain yang menyenangkan adalah pertemuan dengan dosen - dosen pengajar di kampus gajah dahulu. Kenyataan bahwa mereka masih mengingat saya..padahal saya teh..aduh..bandel pisan, pelanggan bolos 1 bulan di awal semester. Tukang titip absen (padahal 1 angkatan dari 63 orang hanya ada 3 wanita, pasti ketauan lah). 

Dosen pembimbing  sewaktu saya tugas akhir - Pak Dardji, masih mengingat baik kebiasaan "jalan - jalan" saya : "Saya tahu, kamu pindah kerja biar bisa naik gunung kan, soalnya di Kalimantan ga ada gunung. Pasti masih naik gunung juga kan"...kurang lebih begitu ucapannya...Saya cuma bisa tertawa he he..bener sih Pak..

Jalan - jalan dadakan yang menyenangkan, reuni yang menyenangkan, btw kenapa dosen selalu tampak awet muda ya..Hmm rahasianya mungkin karena selalu dekat dengan anak muda.

SAMPAI JUMPA kembali ya teman - teman, juga Bapak - Bapak yang saya hormati, semoga selalu mendapat berkah dan ada dalam lindungan-Nya.

Monday, April 23, 2007

Jatuh Cinta Lagi

Duh lagi jatuh cinta lagi nih :) alhamdulillah, tentunya rasa yang harus disukuri. Jatuh cintanya pada sebuah benda yang ada di samping ini nih.

Ngomongin tentang benda ini memang ga ada habisnya. Sejak masih bayi sepertinya saya  sudah ditakdirkan untuk bersamanya  selalu dan selalu. Hingga beranjak dewasa juga ngga jauh - jauh, mainannya masih juga sama. Jadi jangan salahkan saya kalau saya jadi betulan jatuh cinta...seperti saat ini.

Masa kecil saya identik dengan berlibur ke kebun Papi di Pameungpeuk sana, naik land rover tentunya. Saya ingat betul, pergi pagi - pagi dari rumah di Cimahi. Kami berenam, saya, 3 kakak dan Papi - Mami saya. Tujuan kami adalah sebuah kebun cengkeh di daerah Cilaut, Pameungpeuk, Garut Selatan. Liburan yang selalu saya nantikan. Bukan saja karena kami bebas bermain di hutan, tapi juga kesempatan untuk offroad dengan landrover di jalan ke Cilaut yang saat itu masih jelek banget, dilanjutkan dengan sesi berenang di sungai di belakang rumah, berebutan panen jeruk di kebun Pak Haji, dan selalu ditutup dengan main ke pantai Cilaut Ereun. Hmmm masa kecil yang selalu bikin kangen. Loncat - loncat di belakang landrover bersama kakak - kakak. Kegiatan berlandrover ria ini sayangnya harus berakhir ketika Papi saya pensiun dan si landy dikembalikan kepada pemiliknya.

Masa kuliah saya juga identik dengan mobil yang satu ini. Ga jauh - jauh, selama kuliah saya bekerja di provider arung jeram milik teman. Bekerja menjadi guide, skipper, sekaligus tukang foto sekaligus tukang masak alias seksi sibuk he he. Dibayar alhamdulillah ga dibayar juga ga papa. Alasan saya mau bekerja disana cuma satu, soalnya kalau bawa tamu kita selalu pakai landrover. Pokoke puas banget berlandrover-landroveran terus. Banyak banget kenangan manis hingga paling manis sekalipun bersama mobil satu ini.

Perjalanan  yang paling berkesan buat saya ketika masih jadi guide arung jeram mungkin adalah perjalanan Ranca Buaya - Bandung di tahun 2000. Saat itu kami baru saja survey jalur arung jeram di Sungai Cikandang, Garut. Dari Bandung kami menggunakan 1 landrover short dan 1 buah anhang (gerobak yang dikaitkan di belakang). Penumpangnya 12, perahu karetnya 2 plus logistik lainnya. Pengarungan Sungai Cikandang berakhir di pantai Ranca Buaya. Semuanya berjalan lancar hingga kami harus pulang ke Bandung. Berbagai musibah terjadi (maklum mobil tua). Sehingga total perjalanan Ranca Buaya - Bandung kami tempuh selama 36 jam plus mampir ke bengkel yang tak terhitung jumlahnya.

Dan sekarang, alhamdulillah saya bisa bersama Helmy. Si Bapak juga ga jauh - jauh, pecinta landrover sejati. Cocok deh :) Kalau orang lain kencan ke mall, kita berdua malah kencan sambil offroad pake landrover.

Landrover memang mobil serbaguna, mulai untuk antar jemput, belanja untuk hajatan (bisa muat banyak tea) , jalan - jalan dsb. Keren udah pasti,  ini mah belum ada yang ngalahin. Pokoke TOP BGT.

Kesimpulannya : saya dan Helmy lagi pengen banget punya landrover. Doakan kami biar uangnya cepat kekumpul ya teman - teman. Kalau mau menyumbang boleh juga :)

Ps : Al, kemaren pas wiken ada acara "kemping" Landrover Club Bandung, di Kavaleri, 50 mobil..he he rugi banget ga datang. Geura jalan atuh si V8. Kemaren saya ma Helmy terus offroad nembusin Gunung Putri, pake mobil Momi. Jagjag pisan Al.

Saturday, April 21, 2007

Kisah Tukang Bikin Model yang (nyaris) Frustasi

9 hari lagi si model harus sudah selesai, sekarang weekend malah ada di Bandung, begadang nge-download itune, ngga bisa tidur..fiuh

Minggu depan ada 5 hari training yang berarti baru bisa ke kantor sore - sore, 10 hari lagi musti pergi lagi karena ada presentasi, sekarang si model tercinta masih nol banget, musti ngulang lagi dari awal gara - gara data surface yang kemarin ternyata ga match sama model yang udah ada, masih nunggu data lain yang baru selesai di-merge senin besok, orang Roxar aja nyaris frustasi gara - gara pertanyaan saya he he

Geologist buddy saya minggu depan istrinya mau melahirkan, sedang jadi suami siaga. Tukang bikin peta alias geophysicsnya juga lagi sakit, kena DB. Jadinya siapa yang nge-merge petanya ya :p

Mission impossible 4, bikin model satu field kudu selesai dalam satu minggu..padahal katanya biasanya paling cepet (kalau yang bikin udah jago) minimal 1 bulan.

-tukang bikin model yang (nyaris) frustasi-

Ps :
Setyo mudah - mudahan Nina lancar ngelahirinnya, Teh Angke cepat sembuh ya, Ya Allah beri saya kemudahan mengerjakan si model :)

Sunday, April 15, 2007

Cerita dari Merbabu

Merbabu, adalah nama sebuah gunung yang terletak di Provinsi Jawa Tengah. Termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Magelang di lereng sebelah timur dan Kabupaten Boyolali di lereng sebelah barat.

Seperti saudara dekatnya – Merapi, Merbabu merupakan gunungapi. Secara fisik bisa dilihat jelas dengan adanya kawah di daerah sekitar puncak dan tipe batuan yang ada di sepanjang jalur pendakian. Namun gunung yang juga disebut sebagai Damalung ini tidak seaktif Merapi, letusan terakhir tercatat pada  tahun 1797 dan sejak saat itu belum ada laporan terbaru mengenai aktifas gunungapi ini.

Awal April 2007 lalu saya kembali ke sini. Bersama Suwasti, Rahmi, Loly, Agus, Andre, Bekti dan Cebong (4 nama terakhir adalah teman – teman dari PALIMKA Solo). Kami berdelapan mendaki melalui arah selatan, dari jalur Selo, Boyolali. Selain Selo ada beberapa jalur lain menuju puncak Merbabu, antara lain melalui Wekas dan Kopeng.

Jumat, 6 April 2007
Sekitar tengah hari kami sudah tiba di Selo. Akhirnya, sesudah perjalanan panjang dari Jakarta sejak malam sebelumnya. Sambil makan siang di warung Sate Kambing kami ber -4 membicarakan rencana pendakian kali ini. Terus terang saya sendiri sangat ragu dengan kemampuan fisik saya, olahraga jarang, badan yang makin ndut, komplit deh. Apalagi mengingat beban berat yang harus dibawa (tenda, logistik, flysheet, air, pokoke lengkap). Duh….ini dia namanya salah hobby. Sedangkan puncak Merbabu nampak begitu jauh. Dari dalam bis tadi saya sempat memperhatikan, Merbabu begitu besar, punggungannya menjari kemana – mana, berbeda jauh dengan Merapi yang tampak sangat ramping.

But show must go on, kami re-packing di Warung Pojok langganan teman – teman Palimka. Mereka sempat kebingungan melihat carrier kami yang besar – besar dan juga berat tentunya. He he inilah akibatnya kalau Ibu – Ibu naik gunung Mas, harap maklum…semua dibawa, safety procedure tentunya.

Saya dan Rahmi pergi duluan menuju base camp. Boncengan motor dengan Andre dan Bekti - motor yang sengaja di bawa dari Solo. Dari Selo kami menuju ke arah selatan, menyusuri jalan aspal yang terus mendaki. Serem juga naik motor sambil bawa carrier di punggung. Kalau jalan lumayan juga, kurang lebih 1 jam perjalanan. Pemandangan di kiri dan kanan jalan adalah perkebunan sayur milik penduduk, rumah – rumah sederhana, dan di belakang saya adalah Merapi…malu – malu bersembunyi di balik kabut.

Base Camp Gunung Merbabu Jalur Selo
Base camp Gunung Merbabu adalah sebuah rumah di desa terakhir. Ketika kami tiba di sana rumahnya sangat sepi. Rumah sederhana dengan atap rendah, khas rumah di daerah Jawa Tengah. Di depan rumah ada sebuah bak air yang airnya seger banget. Tapi sepertinya buang jauh – jauh keinginan untuk mandi sore – sore. Cuaca cerah tapi anginnya dingin. Saya bertemu dengan Kakek pemilik rumah, dan untung beliau bisa berbahasa Indonesia. Sambil menunggu kedatangan teman – teman yang lain saya mencoba ngobrol dengan beliau. Menurut beliau perjalanan ke puncak biasanya 2.5 jam saja, kalau agak lambat sekitar 3 jam. Nah lho..kok cepet banget ya.. he he tapi ini selalu terjadi di manapun. Penduduk lokal mempunyai kemampuan fisik yang mengagumkan. Tanpa diminta Kakek kemudian bercerita mengenai Gunung Merbabu, beliau terakhir mendaki ke puncak tahun 1976. Dia berpesan untuk tidak “nyambat”. Maksudnya jangan ngomong yang macam – macam. Katanya Merbabu bukanlah gunung yang berbahaya, tapi hati – hati kalau ngomong, jangan mengeluh tentang kondisi fisik atau kondisi alam. Kalau cape ya istirahat, kalau hujan ya berteduh, begitu pesan beliau. Diam – diam saya mengingatnya, walau nantinya ternyata masih keceplosan juga.

Jam 3 sore pasukan sudah lengkap, motor sudah dititipkan, buku tamu sudah di isi dan tiket masuk sebesar 2000 per orang sudah dibayar. Setelah berdoa kami mulai berjalan. Walau baru saling kenal suasananya penuh tawa. Iya, kami baru saling kenal karena pendakian ini. Saya bertemu Suwasti di Gunung Cikuray bulan Maret lalu, mengenal Rahmi dari multiply-nya dan bertemu pertama kali di Stasiun Jatinegara ketika hendak berangkat, begitu pula dengan Loly yang baru saya jumpai. Apalagi dengan teman – teman Palimka, belum genap sehari pertemuan kami. Dan sekarang kami hendak mendaki gunung bersama.

Di ujung jalan desa kami bertemu dengan rombongan yang baru saja turun. Ada juga sebuah plang yang bertuliskan larangan untuk merusak dsb. InsyaAllah. Jalur awalnya menyenangkan, datar menyusuri jalan setapak hutan pinus. Kondisi fisik masih fit. Sekitar setengah jam baru jalanan mulai menanjak. Senyum tanjakan mulai muncul, tapi tetep, kalau ada pemandangan bagus pasti berhenti dan foto – foto dulu. Jalurnya cukup bersih, jarang dijumpai bekas sampah pendaki, juga sangat jelas.

May dan Rahmi
Menjelang sore kami tiba di sebuah tempat bekas longsoran dan kebakaran. Jalurnya agak hilang di sini. Setelah mencari cukup lama Andre akhirnya menemukan jalur yang benar. Tiba – tiba di suatu tempat ada daerah yang terbuka, dan apabila kita membalikkan badan, ada Merapi di sana. Seneng banget bisa melihat Merapi yang tidak tertutup kabut. Ngambil fotonya dan terus jalan. Malam hampir datang, mulai gelap dan senter mulai dinyalakan. Perlahan kami  berjalan lagi, jalurnya makin sulit. Savanna 1 - tujuan kami hari ini, masih jauh sekali nampaknya (temen Palimka bilang : 1 jam lagi nyampe kok…padahal ??? he he). Mulai saat ini jalan harus ekstra hati – hati, banyak jebakan batman berupa lubang yang tertutup rumput. Jalur nanjak, beban berat dan turunlah hujan, lengkap juga akhirnya. Raincoat dipakai, payung dikeluarkan.

Hutan Pos 1
Saya berjalan di belakang dengan Suwasti, Bekti, Loly dan Agus. Rahmi dan lainnya sudah jauh di depan. Jalan terus walau pelan – pelan. Sesekali (walau sering) kami berhenti dan menarik nafas, sedangkan provokator di belakang terus bilang “Ayo, 5 menit lagi nyampe kok”..selalu 5 menit lagi he he.

Selepas jalan setapak kami tiba sebuah dataran luas yang disebut Watu Gubug, karena di sini ada sebuah batu berukuran sangat besar. Kalau cuaca cerah katanya pemandangan di sini sangat indah. Memang di hadapan saya saat ini ada beberapa bukit membentang , cocok dengan istilah teman – teman Palimka : Hollywood.

Bekti bilang kalau Savana 1 sudah sangat dekat, dari Watu Gubug tinggal 2 bukit lagi. Tapi bukitnya tinggi sekali Mas Bekti J “Tenang aja Mba, ntar kalau dah ga kuat kita gentian tas”. Mas Bekti yang hanya membawa daypack senyum – senyum.

Ada plus minusnya juga berjalan malam. Jalurnya ga begitu terlihat, harus ekstra hati – hati. Tapi enaknya pandangan kita terbatas, tidak bisa melihat jauh sehingga pandangan hanya fokus ke jalur. Ga mikir macam – macam. Beda dengan siang hari, tanjakan jauh di depan udah kelihatan, tanjakan di depan mata masih panjang.

Sekitar jam 9 malam kami semua akhirnya tiba di sebuah lapangan rumput kecil yang disebut Savanna 1. Eidelweis Merbabu yang konon harumnya paling wangi menjadi dopping sepanjang jalan. Betulan kok, kalau berkesempatan ke Merbabu dan mencium wangi melati di daerah setelah Watu Gubug, itu pasti wanginya Eidelweis. Kalau di daerah lain ya belum tentu…mungkin aja wangi melati yang lain J

Tenda – tenda segera dipasang. Tiga tenda segera berdiri dan para pemiliknya bergegas mengganti baju. Saya dan Rahmi sudah malas keluar tenda, dinginnya lumayan. Saya sempat juga merasa kedinginan. 3 tahun tinggal di Kalimantan yang panas ternyata membuat tubuh saya lumayan sulit beradaptasi di daerah dingin, mudah – mudahan bisa cepat pulih lagi, saya pan orang Bandung, harusnya mudah beradaptasi di daerah dingin.
Camp kami di Savanna 1
Sholat, minum teh manis madu, dilanjutkan dengan indomie, nasi, teri kacang, lumayan ganjel perut. Kami langsung tidur, di tenda sebelah Suwasti dan Loly nampaknya lagi masak, sedangkan temen – temen Palimka juga langsung tertidur. Selamat beristirahat.

Sabtu, 7 April 2007 
“ Ga pada pengen liat sunrise nih ?”..panggilan Andre membangunkan saya dan Rahmi, masih pagi, jam 5.30. Sholat Shubuh dulu biar ga kesiangan dan bergegas keluar tenda. Subhanallah memang bagus banget, sisa – sisa sinar matahari pagi masih ada. Golden time buat motret. Sayang cuma sebentar, karena lagi – lagi kabut. Di depan ada beberapa bukit memanjang. Kata Cebong : “Jadi naik ndak ?, itu tuh puncaknya “..Walah ternyata masih jauh. Untung cepet – cepet ketutup kabut lagi jadi ngga kelihatan lagi.

Masak pagi hari itu masak heboh, semua logistik dikeluarin dan dimasak biar ntar enteng. Temen – temen Palimka lagi – lagi heran. Naik gunung bawa dapur. Sayur sop, tumis tempe kacang panjang, rolade, chicken nugget, kerupuk sama pencuci mulut manisan jambu batu Bangkok. Nasinya ? huhu ada sedikit kesalahan teknis saudara – saudara. Akhirnya kami sarapan dengan nasi semalam, biar muncaknya ga kesiangan, soale nasinya ga mateng – mateng.

Habis packing kita muncak. Rencananya Andre dan Bekti akan tinggal di camp untuk menjaga barang yang kami tinggalkan. Jadi berenam saja yang ke puncak. Ngga bawa apa – apa selain makanan dan minuman di dalam daypack. Kami mulai berjalan jam 9.30. Masih berkabut tapi pemandangannya indah, padang rumput ilalang (kaya puisinya Mukti banget deh). Rahmi jalan paling depan, kecil – kecil cabe rawit. Menyusul Suwasti. Saya dan Cebong paling belakang, biar lambat asal selamat. Dua bukit terlewati dan kami tiba di Savanna 2. Banyak Eidelweiss di sini. Pilihan lain untuk nge-camp, tempatnya lumayan lapang dan tertutup.

Puncaknya samar tertutup kabut
Ke puncak ? Sudah dekat kok. Kata Cebong yang selalu ga bosan memberi semangat. Dan memang, sudah dekat, 3 bukit lagi teman – teman…he he he. Tapi selalu ada ujungnya jalan, alhamdulillah jam 11 kurang 5 saya tiba di puncak Gunung Merbabu. Cebong tertawa melihat alasan saya berjalan di belakang :”Biar nyampe puncak jam 11, sekarang kecepetan Bong”.. Ngeles ini sih.

Di puncak sayangnya masih tetap berkabut. Kami tidak bisa melihat sekeliling. Padahal waktu saya kesini tahun 2001, pemandangan dari puncak sangat menakjubkan. Gunung Merapi, Sindoro, Sumbing, semuanya terlihat. Mungkin bukan rejeki kami kali ini. Lain kali kami akan datang lagi.

Puncak Merbabu  bersama Rahmi - Suwasti - Agus - Cebong
Foto – foto dan bekal dikeluarkan, roti isi made in Loly, keripik bayam, jeruk, buavita. Di puncak ada sebuah triangulasi dari tumpukan batu dan sebuah batu bertuliskan : PUNCAK MERBABU 3142 MDPL. Batu bercat biru ini penuh dengan coretan lainnya, sayang juga. Padahal menurut saya bukti kita pernah ada di suatu puncak masih banyak sekali, bukan dengan vandalisme.

Kunjungan kami di puncak hanya sebentar. Jam 11.30 kami bergegas turun. Menjemput Andre, Bekti dan carrier – carrier  di Savanna 1. Kemudian perjalanan dilanjutkan menuju Base Camp. Cuaca cerah dan Bukit Hollywood memang indah. Merbabu secara keseluruhan sangat cantik.

Jam 5 sore dan kami semua tiba kembali di Base Camp. Hujan turun lagi, namun beruntung ada sebuah pick up  sayur yang mau mengantar kami ke Boyolali. Setelah berpamitan dengan Kakek, kami meninggalkan desa. Saya, Suwasti, Cebong dan Agus duduk di belakang. Memandang Merbabu yang terus menjauh. Perjalanan dilanjutkan lagi dengan bis, kembali ke Jakarta. Perjalanan yang melelahkan tapi juga menyenangkan.

Alhamdulillah, terimakasih untuk teman – teman semua. Sampai berjumpa lagi di perjalanan berikutnya.
Fotonya lagi mau diupload ke album, mudah - mudahan bisa cepat.

PS:
Di perjalanan turun dari base camp ke Selo saya memperhatikan bahwa hampir semua rumah selalu mengahadap ke jalan raya. Kenapa ya ? Dalam hati saya berfikir, kalau saya yang punya rumah, pasti saya bangun menghadap Merapi / Merbabu, biar ceritanya bisa mountain view setiap hari. Ternyata ini ada alasannya dan jawabannya saya temukan tidak sengaja.

Barusan, karena iseng saya membaca buku lama saya, judulnya “Manusia Jawa dan Gunung Merapi – Persepsi dan Sistem Kepercayaannya”. Di halaman 79, Lucas Sasongko Triyoga – penulis buku ini, menguraikan : “Penduduk desa di lereng Gunung Merapi mempunyai kepercayaan bahwa arah hadap suatu bangunan tempat tinggal membawa pengaruh terhadap kesejahteraan pemiliknya dan keluarganya. Di lereng selatan, rumah tinggal kebanyakan di dirikan menghadap ke arah selatan atau ke arah jalan desa, menghindari arah Gunung Merapi. Sedangkan di lereng utara, rumah tempat tinggal di dirikan menghadap ke arah barat dan timur, menghadap arah Gunung Merapi – Merbabu. Penghindaran arah hadap ke arah gunung – gunung itu dimaksudkan untuk mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan bagi pemilik beserta keluarganya. Rumah tempat tinggal yang menghadap ke arah Gunung Merapi merupakan rumah sangar karena pemiliknya dianggap tidak menghormati, menantang dan menyediakan rumahnya sebagai tempat tinggal mahluk halus yang menghuni Kraton Merapi. Begitu pula dengan rumah tempat tinggal yang menghadap ke arah Merbabu.”

Mungkin ini jawabannya. Bagaimanapun masyarakat lokal mempunyai kearifan dan pemahaman yang terkadang sulit diterima logika kita sebagai masyarakat kota yang berada di luar lingkungannya. Pelajaran baru lagi untuk saya dari perjalanan Merbabu.

# Trip with friends, Merbabu - Central Java, April 2007