Menjelang Perang Dunia kedua banyak sekali terdapat situs artefak (kebanyakan serpihan obsidian) yang ditemukan di bukit-bukit yang mengelilingi cekungan Bandung. Situs dan artefak-artefak ini telah dibahas oleh Koenigswald (1935) dan Rothpletz (1951. Artefaks ini hanya diketemukan pada puncak-puncak bukit dengan ketinggian lebih dari 725 m di atas muka laut, dan fakta ini dianggap sebagai bukti untuk adanya suatu danau purba (Danau Bandung), yang juga disebut-sebut dalam dongeng rakyat Sunda “Sasakala Sangkuriang”.
Artefak yang ditemukan sebelah timurlaut Bandung terdiri dari serpihan batu obsidian, sering dalam bentuk ujung anakpanah, pisau, peraut dan jarum penindis; alat batu terpoles seperti penumbuk, kapak batu bermuka dua terbuat dari batu kalsedon, gelang-tangan dari batu serta serpihannya, juga serpihan tembikar dan juga bentuk-bentuk pengecoran perunggu atau besi. Lebih lanjut situs-situs ini mengungkapkan keberadaan keramik import Hindu/Cina berasal dari abad ke 18. Situs-situs ini diyakini telah dihuni terus-menerus sejak zaman Neolitikum, melalui zaman perunggu Dong son hingga kurang dari 300 tahun yang lalu. Leluhur ki Sunda di daerah Bandung telah bekerja dalam industri logam dan perdagangan peralatan (batu).
Penelitian geologi oleh Van Bemmelen (1934) mengkofirmasikan keberadaan danau purba ini yang terbentuk karena pembendungan sungai Citarum Purba oleh pengaliran debu gunung-api masal dari letusan dasyat G. Tangkuban Parahu yang didahului oleh runtuhnya G. Sunda Purba di sebelah baratlaut Bandung dan pembentukan kaldera dimana di dalamnya G. Tangkuban Parahu tumbuh. Jenis erupsi Plinian ini telah menutupi pemukiman di sebelah utara-baratlaut Bandung, mengingat tidak ada artefak yang ditemukan disini. Pemikirannya adalah leluhur Ki Sunda seharusnya telah menyaksikan kejadian besar ini, maka legenda Sasakala Sangkuriang lahir. Karena belum adanya metoda modern pentarikhan radiometrik maka kejadian ini hanya diperkirakan telah terjadi sekitar 6000 tahun SM dengan mendasarkan pada artefak zaman Neolitikum.
Penelitian geologi baru-baru ini menunjukkan bahwa endapan danau tertua yang telah ditentukan usianya berdasarkan radiometri adalah setua 125 ribu tahun, sedangkan kedua erupsi Plinian yang terjadi itu telah ditentukan umurnya masing-masing 105 dan 55-50 ribu tahun yang lalu. Asal-usul danau Bandung ternyata bukan disebabkan oleh letusan Plinian, walaupun aliran debu yang pertama dapat saja memantapkan danau purba itu secara pasti. Danau purba ini berakhir pada sekitar 16 ribu tahun yang lalu.
Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa kecil kemungkinannya bahwa para pemukim awal ini telah menyaksikan pembendungan danau maupun lahirnya G. Tangkuban Parahu, mengingat munculnya manusia modern (Homo sapiens) di Afrika Selatan diperkirakan 120 sampai 100 ribu tahun yang lalu. Lebih masuk akal kalau Ki Sunda Purba ini telah menyaksikan letusan Plinian kedua yang telah melanda pemukiman sebelah barat sungai Cikapundung, (sebelah utara dan baratlaut dari Bandung) sewaktu perioda letusan 55-50 ribu tahun yang lalu, mengingat bahwa Homo sapiens tertua yang ditemukan di Australia selatan adalah 62 ribu tahun yang lalu, dan di pulau Jawa sendiri manusia Wajak telah ditentukan berumur sekitar 50 ribu tahun yang lalu. Spekulasi yang lain adalah bahwa Homo erectus-lah yang telah menyaksikan pembendungan Danau Bandung dan lahirnya G. Tangkuban Parahu, mengingat kehadiran makhluk ini terkenal di Jawa setua 1.7 juta tahun, dan telah mengalami budaya obsidian (obsidian culture).
Namun demikian kunci dalam menyelesaikan ini adalah dengan melakukan penelitian terhadap situs-situs artefak dari Bandung yang kaya ini dengan menggunakan teknik pentarikhan modern.
Ditulis oleh : Prof.Dr.R.P.Koesoemadinata, Mantan Guru Besar Geologi, FIKTM, ITB
Teman - teman, Pak Koesoemadinata adalah salah satu dosen favorit ketika saya kuliah dulu. Banyak sekali tulisan beliau yang hingga kini menjadi sumber referensi bagi penelitian geologi dan eksplorasi minyak bumi di Indonesia. Dalam rangka meningkatkan pemahaman dalam ilmu geologi khususnya Geologi Bandung, maka weekend ini saya akan melakukan eksursi geologi kecil-kecilan di daerah Situ Lembang, Gunung Tangkuban Perahu dan sekitarnya. Diharapkan perjalanan ini dapat membawa sedikit pencerahan mengenai sejarah geologi Bandung.
Bon weekend. Besok saya mau mudik :)
No comments:
Post a Comment