Pages

Thursday, December 13, 2007

Homework from Dita, my 2008 resolution


I was tagging by Dita to share my resolution.

17 hari menuju tahun yang baru. Saya lupa kapan terakhir kali saya membuat resolusi di awal tahun. Yang masih saya ingat adalah resolusi saya di tahun 2003, yaitu lulus kuliah dan bekerja. Untuk mewujudkannya saya berjanji pada diri saya sendiri untuk tidak main game sampai lulus. Dan percayalah itu sangat susah kawan. Tapi saya bisa dan balas dendam hampir sebulan main game terus - terusan selepas sidang . Selepas itu sepertinya saya ngga pernah buat resolusi apapun..Hmmm..

Thank you Dita for tagging me. Here my resolution (wish lists for the next 2008). Kuncinya adalah berdoa, bekerja keras dan tetap bersemangat !

getting better dalam semua hal, terutama dengan hubungan dengan yang di atas - Allah SWT, dan orang tua. Wajib yang kadang tertunda hingga sunat yang hampir terlupakan. Mencoba melakukan sesuatu yang berguna untuk orang lain dan lingkungan di sekitarku.

family expansion pack InsyaAllah akan dilakukan, dan akibatnya akan berlanjut dengan hubungan kekerabatannya, pindah bersama ke tempat tinggal baru yang sudah kita rencanakan Beb.. jadi orang Bogor coret, akan punya imam seumur hidup, teman serumah lagi, supir pribadi, tukang poto anak - anak hingga porter abadi sepanjang masa hue he he

geologist nampaknya sudah menjadi takdir, a big plan and a big job next year, very challenging dan bertekad untuk berbuat yang terbaik, ngedeskripsi core dan berangkat ke lapangan ternyata asik juga, jauh banget dibanding jadi kick of memo engineer ;p

back to school semoga juga bisa terlaksana, semoga pada saatnya saya masih memiliki keinginan yang sama :)

JALAN - JALAN ditulis pake hurup gede semua kaya Kakak Pertama, mudah - mudahan punya cukup rejeki dan ada kesempatan, tetep melestarikan moto hidup untuk menaikgunungkan masyarakat dan memasyarakatkan naik gunung, dan tetep pada keyakinan bahwa gembel adalah gaya hidup, semoga field trip bulan Agustus jadi, semoga bisa bertemu Irianti dan ujung barat

saving semua yang bisa disaving, mulai tersadar hampir sangat-sangat boros, mulai berfikir jauh ke depan, try to save and investing

our big plan untuk menyalurkan hobi saya dan Helmy yang ga jauh dari urusan jalan - jalan, tulas - tulis, masak - masak, poto - poto, lenroper - lenroperan, dan sebangsanya. Semoga rencana yang sudah ada di kepala ini bisa terlaksana ya Beb. Mewujudkan cita - cita yang belum terlaksana, bersama kita bisa. Wait for our invitation :)

Nampaknya cukup, tahun depan nampaknya belum ada acara pindah kantor, belum ada pikiran pindah dari Jakarta, belajar menikmati jadi orang Bogor coret. Mencoba melaksanakan pesan Aki : kerjakanlah segala sesuatunya dengan tekun. InsyaAllah yang lainnya akan mengikuti.

Alhamdulillah ya Allah untuk tahun 2007 ini. Teman - teman semua, thank for all of your supports.I wouldn't tagging anyone else. But I suggest you to make your own resolution. For me it's very useful to learn about my self and to find know what we need to do.

Bismillah..2008 kami datang 

2007

Wednesday, December 5, 2007

Holding On - A Story About Love and Survival

Hal apakah yang ingin kita lakukan bersama – sama dengan pasangan kita ? Tentu akan banyak sekali jawabannya. Mulai dari sekedar ingin menghabiskan weekend bersama di rumah setelah 5 hari lelah bekerja, travelling bersama ke tempat – tempat indah di muka bumi, hingga bersama mendaki puncak – puncak gunung tertinggi. Semua intinya adalah kebersamaan.

Rob dan Jo Gambi memberikan jawaban yang terakhir. Dalam periode 3 tahun (2003-2005) mereka bersama – sama mendaki tujuh puncak tertinggi di tujuh benua (seven summit), melakukan perjalanan ski ke Kutub Utara dan Kutub Selatan, juga pendakian beberapa puncak lainnya. Mereka berdua adalah first married couple yang mendaki seven summit. Jo juga memegang rekor Guinness World sebagai pendaki wanita yang paling cepat menyelesaikan seven summit. Kisah mereka berdua ditulis oleh Jo dan kemudian diterbitkan setelah mereka kembali tinggal dan bekerja di London.

Mungkin banyak kisah pendakian – pendakian lainnya yang pernah ada. Tapi latar belakang Rob dan Jo sangat mengharukan bagi saya. Mereka berdua bertemu pertama kali di London pada 17 Juni 1995. Saat itu Rob dan Jo bersama – sama berlatih sailing di akhir pekan. Rob lahir di Australia, perpaduan antara Swiss dan Italia sedangkan Jo adalah keturunan British asli. Mereka berdua tinggal dan bekerja di London. 

Pertemuan mereka yang kedua adalah ketika Jo dan sahabat wanitanya berlibur untuk mendaki ke Chamonix, Perancis. Rob menemui Jo disana dan akhirnya mereka melakukan pendakian dan liburan bersama. Bagi Rob ini adalah debut pertamanya. Jo adalah seorang pendaki gunung, ia terbiasa melakukan perjalanan untuk hiking dan climbing sedangkan Rob belum pernah mendaki sama sekali. Minggu pertama Rob di Chamonix adalah climbing private lesson, dengan satu tujuan agar bisa mendaki bersama Jo. 

Mereka saling jatuh cinta dan kemudian menikah pada bulan September 1996. Saat itu Rob berusia 37 tahun dan Jo 26 tahun. Setelah menikah Jo berhenti dari pekerjaannya di Marks Spencer, mengambil kursus Physiotheraphy dan bekerja sebagai volunteer di Hammersmith Hospital. Rob meneruskan pekerjaannya sebagai seorang Manager Keuangan yang sibuk. Di bulan – bulan awal pernikahan mereka telah menyadari bahwa kesibukan bekerja membuat frekuensi kebersamaan mereka sangat sedikit. Tetapi mereka tetap berusaha meluangkan waktu bersama di saat liburan terutama dengan mendaki gunung, sailing, dan berbagai kegiatan outdoor lainnya.

Desember 2000, Rob divonis menderita kanker dan harus menjalani kemotherapi. Hal ini sangat mengagetkan bagi mereka berdua. Walaupun Rob saat itu bisa sembuh, namun tidak ada jaminan penyakit ini akan hilang selamanya. Bulan September 2001 dan kondisi Rob terus menurun. Saat itulah Rob dan Jo mulai banyak berpikir mengenai mimpi-mimpi, harapan dan keinginan – keinginan mereka. 

”But more than anything, we simply wanted to have some quality time together. Long before Rob became sick we had started saving to take a break so we could go traveling, but our dreams had long since been filed away. Now we were daring to dream once more. We were still fascinated by the greater ranges and we realized our dreams would stay dreams if we didn’t take action to convert them into reality”

Akhirnya mereka kembali membicarakan rencana – rencana mereka mendaki ke Himalaya, mendaki puncak tertinggi : Everest dan juga puncak – puncak lainnya. Sebuah keputusan diambil, saat itu Rob dinyatakan sehat walaupun ada kemungkinan penyakit kanker-nya akan kambuh lagi. Rob dan Jo akan pergi mendaki puncak – puncak yang mereka inginkan. Mereka akan meninggalkan London untuk sementara yang berarti juga berhenti bekerja.

Maret 2002 dan Rob mengundurkan diri dari pekerjaan yang telah ditekuninya selama 20 tahun. Jobless, menjual rumah, berbekal uang tabungan dan mereka berdua mulai membicarakan rencana perjalanan impian mereka. Tujuan mereka sudah jelas, mendaki seven summit bersama, atau minimal 6 diantaranya ..bersama – sama. Latihan fisik yang ketat diikuti dengan sejumlah simulasi pendakian di Alps mereka lakukan. Dan merekapun siap melakukan petualangan mereka yang pertama.

Selanjutnya sangatlah menarik. Jo dengan sangat detil menceritakan kisah pendakian mereka di setiap gunung juga perjalanan mereka ke Kutub Utara dan Kutub Selatan. Mereka pernah gagal dalam percobaan mereka di Himalaya karena Rob mendadak sakit dan harus dievakuasi ke Thailand. Namun mereka kembali lagi dan berhasil. Pendakian yang mereka lakukan semua punya cerita yang menarik.

Kisah mereka bukanlah sekedar bagaimana mencapai puncak sebuah gunung, atau bahkan menaklukan sebuah gunung. Kisah Rob dan Jo adalah pelajaran mengenai kebersamaan dan cinta, juga kisah sebuah keberanian bertahan hidup walau kanker menyerang. Wajib dibaca :)

Holding On is not just an enthralling account of mountaineering and polar achievement; it is a powerful and emotional story of love and survival against the odds. The Gambis were seized by an almost superhuman will to show that cancer had no beaten them – Sunday Times. Extreme weather, grueling climbs and the risk of death were all part of the experience for couple Jo and Rob Gambi, who took on the world’s tallest mountain – and cancer – and won. – Sunday Magazine Australia

Category: Books
Genre: Biographies & Memoirs
Author: Jo Gambi